When you run so fast to get somewhere, you miss the fun of getting there.
Life is not a race, so take it slower.
Hear the music before the song is over.
You are part of the puzzle of someone else's life.
You may never know where you fit but others will fill the holes in their lives with pieces of you.
So if you run out of reasons to live, remember that someone else's life may never be complete without you in it.

Friday, July 5, 2013

Sutra—”Ratunya Serat”



BEBERAPA busana yang terindah di dunia—termasuk kimono dari Jepang, sari dari India, dan hanbok dari Korea—memiliki kesamaan. Kebanyakan di antaranya dibuat dari sutra, kain berkilau yang disebut ratunya serat. Dari bangsawan zaman dulu sampai rakyat biasa zaman sekarang, orang di seluruh dunia terpesona oleh keelokan sutra. Tetapi, dulu sutra tidak mudah diperoleh.
Pada zaman dahulu, pembuatan sutra dimonopoli oleh Cina. Tidak ada bangsa lain yang tahu cara pembuatannya, dan siapa pun di Cina yang membocorkan rahasia ulat sutra akan dihukum mati sebagai pengkhianat. Maka, tidaklah mengherankan jika sutra menjadi sangat mahal. Di seluruh Imperium Romawi, misalnya, sutra nilainya seperti emas.
Belakangan, Persia menguasai perdagangan sutra buatan Cina. Namun, harga sutra masih tinggi, dan tidak ada yang berhasil membelinya langsung tanpa melalui saudagar Persia. Kaisar Yustinianus dari Bizantium kemudian menyusun rencana. Sekitar tahun 550 SM, ia mengutus dua biarawan untuk melakukan sebuah misi rahasia ke Cina. Dua tahun kemudian, pulanglah mereka. Di dalam rongga tongkat bambu mereka tersimpan harta yang sangat ditunggu-tunggu—telur ulat sutra. Rahasianya kini tersingkap, dan monopoli sutra pun berakhir.

Rahasia Pembuatan Sutra

Sutra dihasilkan oleh ulat sutra, atau larva ngengat ulat sutra. Ada ratusan jenis ulat sutra, tetapi nama ilmiah ulat yang menghasilkan sutra dengan mutu terbaik adalah Bombyx mori. Banyak sekali ulat sutra diperlukan untuk membuat kain sutra sehingga muncullah pembudidayaan ulat sutra, atau serikultur. Keluarga Shoichi Kawaharada, yang tinggal di Prefektur Gunma, Jepang, adalah satu dari kira-kira 2.000 rumah tangga di negeri itu yang masih menekuni pekerjaan yang padat karya ini. Rumahnya yang berlantai dua, yang khusus dirancang untuk serikultur, terletak di lereng sebuah bukit yang menghadap ke kebun murbei.
Ulat sutra betina menghasilkan sampai 500 butir telur, masing-masing seukuran kepala jarum pentol. Setelah kira-kira 20 hari, telur-telur itu menetas. Ulat sutra yang mungil-mungil sangat rakus. Siang-malam, mereka menyantap daun murbei—daun murbei saja. Hanya dalam waktu 18 hari, ulat sutra tumbuh hingga 70 kali ukuran semula dan berganti kulit empat kali.
Ada sekitar 120.000 ulat sutra yang dibudidayakan di pertanian Bapak Kawaharada. Bunyi ulat-ulat itu sewaktu makan menyerupai bunyi hujan deras yang jatuh di atas dedaunan. Pada waktu sudah dewasa, ulat sutra bobotnya mencapai 10.000 kali lipat bobot semula! Pada tahap ini, mereka siap untuk memintal kepompong.

Pemintal tanpa Suara

Bila sudah berkembang penuh, tubuh ulat sutra berubah menjadi bening, pertanda bahwa waktunya tiba untuk mulai memintal. Kalau ulat sutra mulai gelisah dan mulai mencari tempat untuk membuat kepompong, mereka siap dipindahkan ke kotak-kotak yang mempunyai lubang-lubang persegi. Dalam lubang itu, ulat sutra menyemburkan benangnya yang putih dan halus, menyelubungi diri dengan sutra.
Inilah saat tersibuk bagi Bapak Kawaharada, karena ke-120.000 ulat sutra itu mulai memintal kira-kira pada waktu bersamaan. Berderet-deret kotak digantungkan di ruang yang sejuk dan berventilasi di lantai dua rumah mereka.
Sementara itu, perubahan yang menakjubkan terjadi di dalam tubuh ulat sutra. Daun murbei yang sudah dicerna berubah menjadi fibroin, sejenis protein yang tersimpan di dalam sepasang kelenjar yang panjangnya sama dengan panjang tubuh ulat. Seraya disemburkan melalui kelenjar-kelenjar tersebut, fibroin ini dilapisi dengan cairan lengket yang disebut serisin. Sebelum keluar dari liang yang terdapat di dalam mulut ulat, kedua serat fibroin itu direkatkan dengan serisin. Segera setelah terkena udara, sutra cair ini mengeras menjadi seutas filamen atau serat tipis.
Begitu ulat sutra mulai menyemburkan sutra, tidak ada yang bisa menghentikannya. Ulat sutra itu memintal dengan kecepatan antara 30-40 sentimeter per menit sambil terus memutar kepalanya. Menurut satu sumber, sampai kepompongnya jadi, ulat sutra diperkirakan sudah memutar kepalanya sekitar 150.000 kali. Setelah memintal selama dua hari dua malam, ulat sutra menghasilkan benang yang panjangnya sampai 1.500 meter, kira-kira sama dengan empat kali tinggi gedung pencakar langit!
Hanya dalam waktu satu minggu, Bapak Kawaharada bisa memanen 120.000 kepompong, yang kemudian dikirim untuk diolah. Perlu sekitar 9.000 kepompong untuk membuat satu kimono dan sekitar 140 kepompong untuk membuat dasi, sedangkan sebuah syal sutra mungkin membutuhkan lebih dari 100 kepompong.

Cara Membuat Kain Sutra

Proses mengurai sutra dari kepompong ke sebuah penggulung disebut proses penggulungan. Bagaimana asal usul proses itu? Ada banyak mitos dan legenda. Menurut satu legenda, seorang maharani Cina bernama Xi Lingshi melihat sebuah kepompong terjatuh dari pohon murbei ke air teh dalam cangkirnya. Ketika mencoba mengambilnya, ia melihat bahwa terdapat benang sutra yang halus. Maka, lahirlah proses penggulungan, proses yang dewasa ini dilakukan dengan mesin.
Agar kepompong memiliki nilai jual, pupa, atau calon ngengat, di dalam kepompong harus dibunuh sebelum sempat keluar. Pembunuhan sadis ini dilakukan dengan pemanasan. Kepompong yang cacat disisihkan dan yang tersisa siap diproses. Pertama-tama, kepompong direbus atau dikukus untuk mengurai filamennya. Kemudian, ujung filamen dikaitkan pada sikat putar. Bergantung pada ketebalan benang yang diinginkan, filamen-filamen dari dua kepompong atau lebih dapat digabungkan untuk membentuk seutas benang. Benang itu dikeringkan sambil digulung. Sutra mentah kemudian digulung lagi menjadi gulungan yang lebih besar, dengan panjang dan bobot yang diinginkan.
Anda mungkin merasakan betapa licin dan lembutnya kain sutra sampai-sampai ingin mengusapkannya di pipi Anda. Apa yang membentuk teksturnya yang khas? Faktor yang pertama adalah banyaknya lapisan serisin yang dilepaskan, atau diluruhkan, dari fibroin. Sutra yang belum dihilangkan lapisan perekatnya terasa kasar dan sulit diwarnai. Kain sifon memiliki tekstur yang agak kasar karena sebagian serisinnya masih ada.
Faktor yang kedua adalah seberapa kuat pilinan benangnya. Kain habutai dari Jepang terasa lembut dan licin. Benangnya hanya dipilin sedikit atau tidak sama sekali. Sebaliknya, kain crepe mempunyai tekstur yang agak berkerut dan bergelombang karena benangnya dipilin dengan sangat kuat.
Pewarnaan adalah proses lain yang penting. Sutra mudah diwarnai. Struktur fibroin-nya memungkinkan pewarna melekat erat, sehingga warnanya tahan lama. Selain itu, tidak seperti serat sintetis, sutra memiliki ion positif dan ion negatif, sehingga hampir semua pewarna akan bagus hasilnya. Sutra bisa diwarnai sewaktu masih berbentuk benang atau setelah menjadi kain. Pada proses pewarnaan kimono yang disebut yuzen, corak yang indah dilukis dan diwarnai dengan tangan setelah sutra ditenun.
Walaupun sebagian besar sutra kini dihasilkan di negeri-negeri seperti Cina dan India, perancang adibusana Prancis dan Italia masih yang terdepan di dunia dalam perancangan sutra. Tentu saja, dewasa ini pasar busana bisa menggunakan kain yang tidak mahal, seperti rayon dan nilon, yang terbuat dari serat sintetis. Namun, sutra masih tidak ada duanya. ”Meski sekarang ada kemajuan dalam bidang sains, sutra tidak dapat dibuat tiruannya,” kata kurator Museum Sutra di Yokohama, Jepang. ”Kita sudah tahu semuanya, dari rumus molekulnya sampai strukturnya. Tetapi, kita tidak dapat menirunya. Itulah yang saya sebut misteri sutra.”

CIRI-CIRI Sutra

  
  Kuat: Sutra sekuat filamen baja yang ukurannya sebanding.
  Berkilau: Sutra memiliki kilau yang indah seperti mutiara. Kilaunya berasal dari struktur fibroinnya yang berlapis-lapis dan menyerupai prisma yang menyebarkan cahaya.
  Lembut di kulit: Sutra terbentuk dari asam amino yang lembut di kulit. Sutra konon bisa melindungi kulit dari berbagai penyakit. Ada kosmetik yang terbuat dari bubuk sutra.
  Menyerap kelembapan: Asam amino dan pori-pori mungil dalam serat sutra menyerap dan melepas cukup banyak uap air, sehingga Anda bisa tetap merasa kering dan tidak gerah pada musim panas.
  Tahan panas: Sutra tidak mudah terbakar dan tidak mengeluarkan gas beracun jika terbakar.
  Melindungi: Sutra menyerap sinar ultraviolet dan dengan demikian melindungi kulit.
 Tidak mudah terjadi penimbunan listrik statis: Karena sutra terdiri dari ion positif serta ion negatif dan menyerap kelembapan, listrik statis tidak mudah terbentuk, seperti yang terjadi pada beberapa jenis kain lainnya.

MERAWAT Sutra

  Mencuci: Sebaiknya pakaian dari sutra dicuci kering (dry-clean). Jika mencuci sendiri di rumah, gunakan deterjen yang netral dan air hangat (sekitar 30 derajat Celsius). Perlakukan dengan lembut, dan jangan digilas atau diperas. Untuk mengeringkannya, angin-anginkan saja.
  Menyetrika: Letakkan sehelai kain di antara setrika dan sutra. Berupayalah mengikuti arah serat pada suhu sekitar 130 derajat Celsius. Jika menggunakan setrika uap, gunakan uap sedikit saja.
  Membersihkan noda: Bila perlu tindakan segera, balikkan bahan sutra dan letakkan pada sehelai kain yang kering. Tekan-tekan dengan lap basah, jangan gosok. Kemudian, cuci kering.
  Menyimpan: Hindarkan dari kelembapan, ngengat, dan cahaya. Gunakan gantungan pakaian berlapis karet busa, atau simpan dengan sesedikit mungkin lipatan.


Sumber:
Sedarlah! 6/06

No comments:

Post a Comment