DAYA SAING INDONESIA
DALAM KOMPETISI PASAR GLOBAL: FAKTOR SUMBER DAYA MANUSIA, PRODUKTIVITAS DAN
EFISIENSI
Menyongsong Masyarakat
Ekonomi Asean (MEA) pada Desember 2015 mendatang, Indonesia akan memasuki era
baru penerapan perdagangan bebas kawasan Asia Tenggara yaitu AFTA (ASEAN Free Trade Area) dalam rangka
meningkatkan daya saing ekonomi dan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi
dunia. Tantangan demi tantangan di lapangan, baik dalam proses pembenahan
sampai peningkatan harus dihadapi bersama. Profesionalisme dituntut bagi produsen-produsen
di Indonesia dalam menjalankan bisnis guna dapat memenangkan kompetisi dari
produk yang berasal dari Negara ASEAN lainnya baik dalam memanfaatkan peluang
pasar domestik maupun pasar Negara anggota ASEAN lainnya.
Tidak hanya wilayah
ASEAN yang sedang sibuk mempersiapkan FTA. Saat ini, negara-negara di dunia
tengah bersiap untuk menghadapi suatu era dimana perbatasan negara sudah tidak
lagi dianggap penting, yaitu terbukanya pasar dalam negeri bagi produk-produk
asing dan serbuan budaya dari negara-negara pengekspor produk-produk asing
tersebut.
Sudah siapkah pasar
Indonesia menyongsong kompetisi global? Waktu yang tersisa kurang dari setahun
lagi. Sudah bukan waktunya mempertanyakan kesiapan Indonesia. Siap atau tidak
siap, mau tidak mau, Indonesia telah didorong untuk ikut masuk ke dalam kompetisi
pasar global yang ketat sebentar lagi. Yang perlu dipertanyakan sekarang adalah
bagaimana Indonesia dapat menyusul ketertinggalannya dalam berbagai kompetensi,
dan memanfaatkan MEA sebagai peluang kedepannya dalam memperluas pasar, bahkan
tidak hanya di wilayah ASEAN.
Namun, melihat negara-negara
lain yang menjadi saingan dalam kompetisi global ini sedikit banyak dapat
mengecilkan hati. Jangankan bersaing dengan perusahaan dari negara-negara maju,
bersaing dengan perusahaan dari negara-negara berkembang pun sudah menjadi
momok perusahaan domestik akan beratnya persaingan. Perusahaan dari
negara-negara berkembang, seperti halnya perusahaan-perusahaan asal RRC dan
Taiwan telah berhasil menyerbu dan menduduki pasar domestik. Sedangkan perusahaan
Indonesia dengan produk-produk andalannya kelihatannya belum mampu ‘mencengkeram’
usahanya di negara lain.
Dengan adanya
kompetisi global, memberikan dorongan pada usaha-usaha di Indonesia untuk tetap
eksis di tengah persaingan dunia. Pada tulisan ini, penulis senang menyoroti
faktor-faktor yang sebenarnya dapat menjadi daya, atau kemampuan, bagi
Indonesia untuk bersaing dalam kompetisi pasar global, antara lain faktor sumber
daya manusia dan faktor produktivitas dan efisiensi.
Faktor 1: Sumber Daya Manusia
Indonesia memiliki
tingkat pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi. Dari segi kuantitas sumber
daya manusia, hal ini adalah salah satu keunggulan kompetitif yang dimiliki
Indonesia. Namun, apakah keunggulan kuantitatif saja cukup? Pada tingkat
kompetisi global, daya saing dan keunggulan kompetitif diperankan sangat kuat
oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang kompeten. Dengan kata lain, ini dapat diartikan
bahwa sumber daya manusia juga harus unggul dari segi kualitas untuk bisa
bersaing.
Dalam hal
kompetensi sumber daya manusia yang dimiliki Indonesia, Indonesia tertinggal
jauh dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya, salah satu contoh
adalah dalam hal bahasa internasional yang menjadi kendala berkomunikasi.
Mengutip data
dari sebuah sumber, World Economic Forum pada 2013 lalu mengeluarkan indeks
kompetensi sumber daya manusia, yang menunjukkan bahwa Indonesia
menempati urutan ke-50, rendah dari Singapura, Malaysia (ke-20), dan Thailand
(ke-30). Kompetensi sumber daya manusia Indonesia yang rendah terjadi karena
faktor-faktor yang saling berkaitan seperti: tenaga kerja dan atau tenaga
profesi yang tidak memiliki kualifikasi; minimnya pelaksanaan sertifikasi
kompetensi; belum sesuainya kurikulum di sekolah menengah untuk keahlian
profesi; serta sumber daya manusia di Indonesia yang sangat berlimpah namun
belum dioptimalkan oleh pemerintah.
Masih dalam
sumber yang sama, data dari BPS Agustus 2013 menunjukkan bahwa pengangguran
terbuka di Indonesia mencapai 6,25 persen, dan angkatan kerja di Indonesia saat
itu mencapai 118,2 juta orang. Juga masih ada lebih dari 360 ribu orang sarjana
yang menganggur. Yang mengerikan adalah diperkirakan akan terjadi ledakan
pengangguran terdidik menjelang diterapkannya kompetisi global pada AFTA 2015.
Melihat data-data
yang mencengangkan semacam itu, pemerintah baik pusat maupun daerah hendaknya
tanggap dan responsif dalam mempersiapkan masyarakatnya untuk menghadapi
tantangan ini, mengingat banyak sekali tenaga kerja dari negara-negara lain
yang dipastikan akan masuk ke Indonesia yang kebanyakan adalah tenaga-tenaga
ahli yang terdidik dan terlatih.
Untuk
meningkatkan kompetensi, pola pikir adalah aspek penting yang perlu
diperhatikan, khususnya pola pikir tenaga kerja harus mulai disesuaikan dengan
tren sesuai perkembangan jaman, antara lain pembelajaran yang meliputi:
- Mendorong untuk mencari tahu dari berbagai sumber observasi; pembelajaran yang diarahkan untuk mampu merumuskan masalah, bukan hanya menjawab masalah;
- Melatih berfikir analitis dan bukan berfikir mekanistis,
- Menekankan pentingnya kerjasama dan kolaborasi dalam menyelesaikan masalah.
Langkah strategis
yang dapat dilakukan, tidak hanya untuk bertahan namun juga untuk menjadi
unggul, adalah dengan menetapkan prioritas pembenahan pada sektor pendidikan di
Indonesia. Jika pemerintah dapat fokus pada perbaikan sektor pendidikan,
diharapkan lulusan yang dihasilkan memiliki nilai khusus dalam daya saing dan
daya guna (hard skill, dan khususnya soft skill) untuk bisa ikut berkompetisi
di perusahaan baik domestik, bahkan asing.
Faktor 2: Produktivitas dan Efisiensi
Pembatas yang
dihadapi dalam kompetisi pasar global adalah kemampuan Indonesia dalam
bersaing. Faktor produktivitas dan efisiensi menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi daya saing Indonesia. Sedangkan tingkat produktivitas Indonesia
masih sangat rendah dibandingkan dengan negara-negara pesaing. Dengan adanya
kompetisi global, kita dapat mengevaluasi sejauh mana daya saing kualitas
produk yang dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan domestik dengan produk yang
dihasilkan oleh perusahaan asing.
Berdasarkan teori
keunggulan komparatif (comparative
advantage), kita bisa memahami daya saing perusahaan domestik dalam
berkompetisi pada pasar global dan memasuki pasar asing. Teori ini menyatakan
bahwa negara tertentu memiliki keunggulan untuk memproduksi barang atau jasa
tertentu karena mampu menyediakannya sampai ke tangan konsumen dengan biaya
yang lebih rendah, yang berarti juga dengan harga jual yang lebih murah.
Dalam kasus
negara kita, Indonesia memiliki daya atau kemampuan dalam memproduksi barang
dan jasa dengan murah karena Indonesia memiliki kekayaan (endowment) yang tersedia dengan limpah, misalnya sumber daya alam
dan sumber daya manusia, dan sebagainya. Teknologi yang maju, akumulasi modal, dan
kekayaan informasi juga turut menyumbang pada murahnya ongkos produksi. Jika kekayaan
yang kita miliki mampu digunakan dan dimanfaatkan dengan baik, produktivitas
dapat ditingkatkan, sehingga secara komparatif ini dapat menjadi salah satu
keunggulan kompetitif yang dimiliki Indonesia, dibandingkan dengan negara lain.
Para pelaku
usaha baik produsen maupun distributor harus dapat melakukan efisiensi dalam
menekan biaya produksi atau distribusi, tentunya dengan tanpa mengurangi
kualitas dari produk yang ditawarkannya, sehingga pada akhirnya dia dapat
menawarkan produk dengan harga yang lebih rendah tanpa mengurangi kualitasnya.
Bagaimanapun dunia dalam situasi dan kondisi yang semakin mengglobal dituntut
adanya “keunggulan kompetitif” untuk dapat bersaing dalam perdagangan
Internasional.
Peningkatan produktivitas
dan efisiensi bukan hanya bersumber kepada jumlah input atau sumber daya. Peningkatan
produktivitas dan efisiensi yang dimaksudkan disini memiliki arti yang jauh
lebih luas dan penting, yaitu bersumber dari peningkatan kualitas produk.
Peran dari para
penyelenggara negara juga sangat diperlukan. Jika peran mereka terkontribusi
nyata, kita mampu meningkatkan produktivitas tenaga kerja, sekaligus mampu
menciptakan stabilitas secara makro. Peran mereka sangat penting karena
produktivitas nasional dan stabilitas makro merupakan hasil kebijakan nasional
dan perilaku dari masing-masing para penyelenggara negara.
Berdasarkan uraian
dua faktor yang telah disampaikan, penulis menyimpulkan bahwa sebenarnya dari
dua faktor tersebut saja Indonesia memiliki daya atau kemampuan saing untuk
berkompetisi dalam pasar global. Belum lagi faktor-faktor lain yang tidak
diuraikan dalam tulisan ini. Jika ingin mendorong perusahaan-perusahaan di
Indonesia untuk mengekspansi sayap-sayapnya pada skala ASEAN pada MEA dan AFTA
2015 (untuk jangka pendek), maupun pada skala global (untuk jangka panjang),
beberapa hal yang tertinggal terlebih dahulu harus dikejar dan dibenahi secara
makro. Pertama, membentuk SDM yang kuat dan profesional. Kedua, dalam rangka
peningkatan produktivitas dan efisiensi, teknologi-teknologi sebagai alat
produksi perlu dimutakhirkan, dengan harapan bisa menurunkan biaya produksi.
Referensi:
No comments:
Post a Comment