When you run so fast to get somewhere, you miss the fun of getting there.
Life is not a race, so take it slower.
Hear the music before the song is over.
You are part of the puzzle of someone else's life.
You may never know where you fit but others will fill the holes in their lives with pieces of you.
So if you run out of reasons to live, remember that someone else's life may never be complete without you in it.

Friday, April 3, 2015

Daya Saing Indonesia Dalam Kompetisi Pasar Global: Faktor Sumber Daya Manusia, Produktivitas dan Efisiensi

DAYA SAING INDONESIA DALAM KOMPETISI PASAR GLOBAL: FAKTOR SUMBER DAYA MANUSIA, PRODUKTIVITAS DAN EFISIENSI


Oleh:
PRADIPTYA SURYO PUTRI (25211547 - 4EB01)


Menyongsong Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) pada Desember 2015 mendatang, Indonesia akan memasuki era baru penerapan perdagangan bebas kawasan Asia Tenggara yaitu AFTA (ASEAN Free Trade Area) dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi dan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia. Tantangan demi tantangan di lapangan, baik dalam proses pembenahan sampai peningkatan harus dihadapi bersama. Profesionalisme dituntut bagi produsen-produsen di Indonesia dalam menjalankan bisnis guna dapat memenangkan kompetisi dari produk yang berasal dari Negara ASEAN lainnya baik dalam memanfaatkan peluang pasar domestik maupun pasar Negara anggota ASEAN lainnya.

Tidak hanya wilayah ASEAN yang sedang sibuk mempersiapkan FTA. Saat ini, negara-negara di dunia tengah bersiap untuk menghadapi suatu era dimana perbatasan negara sudah tidak lagi dianggap penting, yaitu terbukanya pasar dalam negeri bagi produk-produk asing dan serbuan budaya dari negara-negara pengekspor produk-produk asing tersebut.

Sudah siapkah pasar Indonesia menyongsong kompetisi global? Waktu yang tersisa kurang dari setahun lagi. Sudah bukan waktunya mempertanyakan kesiapan Indonesia. Siap atau tidak siap, mau tidak mau, Indonesia telah didorong untuk ikut masuk ke dalam kompetisi pasar global yang ketat sebentar lagi. Yang perlu dipertanyakan sekarang adalah bagaimana Indonesia dapat menyusul ketertinggalannya dalam berbagai kompetensi, dan memanfaatkan MEA sebagai peluang kedepannya dalam memperluas pasar, bahkan tidak hanya di wilayah ASEAN.

Namun, melihat negara-negara lain yang menjadi saingan dalam kompetisi global ini sedikit banyak dapat mengecilkan hati. Jangankan bersaing dengan perusahaan dari negara-negara maju, bersaing dengan perusahaan dari negara-negara berkembang pun sudah menjadi momok perusahaan domestik akan beratnya persaingan. Perusahaan dari negara-negara berkembang, seperti halnya perusahaan-perusahaan asal RRC dan Taiwan telah berhasil menyerbu dan menduduki pasar domestik. Sedangkan perusahaan Indonesia dengan produk-produk andalannya kelihatannya belum mampu ‘mencengkeram’ usahanya di negara lain.

Dengan adanya kompetisi global, memberikan dorongan pada usaha-usaha di Indonesia untuk tetap eksis di tengah persaingan dunia. Pada tulisan ini, penulis senang menyoroti faktor-faktor yang sebenarnya dapat menjadi daya, atau kemampuan, bagi Indonesia untuk bersaing dalam kompetisi pasar global, antara lain faktor sumber daya manusia dan faktor produktivitas dan efisiensi.

Faktor 1: Sumber Daya Manusia

Indonesia memiliki tingkat pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi. Dari segi kuantitas sumber daya manusia, hal ini adalah salah satu keunggulan kompetitif yang dimiliki Indonesia. Namun, apakah keunggulan kuantitatif saja cukup? Pada tingkat kompetisi global, daya saing dan keunggulan kompetitif diperankan sangat kuat oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang kompeten. Dengan kata lain, ini dapat diartikan bahwa sumber daya manusia juga harus unggul dari segi kualitas untuk bisa bersaing.


Dalam hal kompetensi sumber daya manusia yang dimiliki Indonesia, Indonesia tertinggal jauh dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya, salah satu contoh adalah dalam hal bahasa internasional yang menjadi kendala berkomunikasi.

Mengutip data dari sebuah sumber, World Economic Forum pada 2013 lalu mengeluarkan indeks kompetensi sumber daya manusia, yang menunjukkan bahwa  Indonesia menempati urutan ke-50, rendah dari Singapura, Malaysia (ke-20), dan Thailand (ke-30). Kompetensi sumber daya manusia Indonesia yang rendah terjadi karena faktor-faktor yang saling berkaitan seperti: tenaga kerja dan atau tenaga profesi yang tidak memiliki kualifikasi; minimnya pelaksanaan sertifikasi kompetensi; belum sesuainya kurikulum di sekolah menengah untuk keahlian profesi; serta sumber daya manusia di Indonesia yang sangat berlimpah namun belum dioptimalkan oleh pemerintah.

Masih dalam sumber yang sama, data dari BPS Agustus 2013 menunjukkan bahwa pengangguran terbuka di Indonesia mencapai 6,25 persen, dan angkatan kerja di Indonesia saat itu mencapai 118,2 juta orang. Juga masih ada lebih dari 360 ribu orang sarjana yang menganggur. Yang mengerikan adalah diperkirakan akan terjadi ledakan pengangguran terdidik menjelang diterapkannya kompetisi global pada AFTA 2015.

Melihat data-data yang mencengangkan semacam itu, pemerintah baik pusat maupun daerah hendaknya tanggap dan responsif dalam mempersiapkan masyarakatnya untuk menghadapi tantangan ini, mengingat banyak sekali tenaga kerja dari negara-negara lain yang dipastikan akan masuk ke Indonesia yang kebanyakan adalah tenaga-tenaga ahli yang terdidik dan terlatih.

Untuk meningkatkan kompetensi, pola pikir adalah aspek penting yang perlu diperhatikan, khususnya pola pikir tenaga kerja harus mulai disesuaikan dengan tren sesuai perkembangan jaman, antara lain pembelajaran yang meliputi:
  1. Mendorong untuk mencari tahu dari berbagai sumber observasi; pembelajaran yang diarahkan untuk mampu merumuskan masalah, bukan hanya menjawab masalah;
  2. Melatih berfikir analitis dan bukan berfikir mekanistis,
  3. Menekankan pentingnya kerjasama dan kolaborasi dalam menyelesaikan masalah.

Langkah strategis yang dapat dilakukan, tidak hanya untuk bertahan namun juga untuk menjadi unggul, adalah dengan menetapkan prioritas pembenahan pada sektor pendidikan di Indonesia. Jika pemerintah dapat fokus pada perbaikan sektor pendidikan, diharapkan lulusan yang dihasilkan memiliki nilai khusus dalam daya saing dan daya guna (hard skill, dan khususnya soft skill) untuk bisa ikut berkompetisi di perusahaan baik domestik, bahkan asing.

Faktor 2: Produktivitas dan Efisiensi

Pembatas yang dihadapi dalam kompetisi pasar global adalah kemampuan Indonesia dalam bersaing. Faktor produktivitas dan efisiensi menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi daya saing Indonesia. Sedangkan tingkat produktivitas Indonesia masih sangat rendah dibandingkan dengan negara-negara pesaing. Dengan adanya kompetisi global, kita dapat mengevaluasi sejauh mana daya saing kualitas produk yang dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan domestik dengan produk yang dihasilkan oleh perusahaan asing.

Berdasarkan teori keunggulan komparatif (comparative advantage), kita bisa memahami daya saing perusahaan domestik dalam berkompetisi pada pasar global dan memasuki pasar asing. Teori ini menyatakan bahwa negara tertentu memiliki keunggulan untuk memproduksi barang atau jasa tertentu karena mampu menyediakannya sampai ke tangan konsumen dengan biaya yang lebih rendah, yang berarti juga dengan harga jual yang lebih murah.

Dalam kasus negara kita, Indonesia memiliki daya atau kemampuan dalam memproduksi barang dan jasa dengan murah karena Indonesia memiliki kekayaan (endowment) yang tersedia dengan limpah, misalnya sumber daya alam dan sumber daya manusia, dan sebagainya. Teknologi yang maju, akumulasi modal, dan kekayaan informasi juga turut menyumbang pada murahnya ongkos produksi. Jika kekayaan yang kita miliki mampu digunakan dan dimanfaatkan dengan baik, produktivitas dapat ditingkatkan, sehingga secara komparatif ini dapat menjadi salah satu keunggulan kompetitif yang dimiliki Indonesia, dibandingkan dengan negara lain.

Para pelaku usaha baik produsen maupun distributor harus dapat melakukan efisiensi dalam menekan biaya produksi atau distribusi, tentunya dengan tanpa mengurangi kualitas dari produk yang ditawarkannya, sehingga pada akhirnya dia dapat menawarkan produk dengan harga yang lebih rendah tanpa mengurangi kualitasnya. Bagaimanapun dunia dalam situasi dan kondisi yang semakin mengglobal dituntut adanya “keunggulan kompetitif” untuk dapat bersaing dalam perdagangan Internasional.

Peningkatan produktivitas dan efisiensi bukan hanya bersumber kepada jumlah input atau sumber daya. Peningkatan produktivitas dan efisiensi yang dimaksudkan disini memiliki arti yang jauh lebih luas dan penting, yaitu bersumber dari peningkatan kualitas produk.

Peran dari para penyelenggara negara juga sangat diperlukan. Jika peran mereka terkontribusi nyata, kita mampu meningkatkan produktivitas tenaga kerja, sekaligus mampu menciptakan stabilitas secara makro. Peran mereka sangat penting karena produktivitas nasional dan stabilitas makro merupakan hasil kebijakan nasional dan perilaku dari masing-masing para penyelenggara negara.

Berdasarkan uraian dua faktor yang telah disampaikan, penulis menyimpulkan bahwa sebenarnya dari dua faktor tersebut saja Indonesia memiliki daya atau kemampuan saing untuk berkompetisi dalam pasar global. Belum lagi faktor-faktor lain yang tidak diuraikan dalam tulisan ini. Jika ingin mendorong perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk mengekspansi sayap-sayapnya pada skala ASEAN pada MEA dan AFTA 2015 (untuk jangka pendek), maupun pada skala global (untuk jangka panjang), beberapa hal yang tertinggal terlebih dahulu harus dikejar dan dibenahi secara makro. Pertama, membentuk SDM yang kuat dan profesional. Kedua, dalam rangka peningkatan produktivitas dan efisiensi, teknologi-teknologi sebagai alat produksi perlu dimutakhirkan, dengan harapan bisa menurunkan biaya produksi.


Referensi:









No comments:

Post a Comment