When you run so fast to get somewhere, you miss the fun of getting there.
Life is not a race, so take it slower.
Hear the music before the song is over.
You are part of the puzzle of someone else's life.
You may never know where you fit but others will fill the holes in their lives with pieces of you.
So if you run out of reasons to live, remember that someone else's life may never be complete without you in it.

Friday, July 5, 2013

Seberapa Amankah Bank?


”Menurut pendapat kami itu hanya soal waktu-waktu yang relatif singkat—sebelum terjadinya penarikan uang beramai-ramai pada bank-bank seluruh dunia, dan akhirnya semua bank ditutup.”—When Your Bank Fails, (Bila Bank Anda Pailit), oleh Dennis Turner.
”Sistem bank benar-benar aman. Kita memiliki mekanisme yang tepat untuk menyelesaikan segala problem, besar atau kecil, yang mungkin timbul.”—William Isaac, bekas ketua Federal Deposit Insurance Corporation (Perusahaan Asuransi Deposito Federal), dikutip dalam U.S.News & World Report.
HANYA sedikit orang yang menyimpan uang di bawah kasur tempat tidur. Selain bahaya kehilangan karena api atau pencuri, uang yang disimpan akan mati. Uang tersebut tidak akan bertambah malah boleh jadi berkurang nilainya karena inflasi atau devaluasi mata uang.
Untuk menambah simpanan seseorang, uang harus digunakan. Sarana yang paling banyak diterima dan digunakan—baik untuk penyimpanan yang aman maupun untuk keuntungan—adalah bank. Tetapi seberapa amankah bank-bank tersebut? Seperti yang ditunjukkan oleh kutipan di atas, ada pandangan-pandangan yang satu sama lain sangat berbeda.

Adakah Alasan untuk Kuatir?

”Sistem perbankan di seluruh dunia sangat berhubungan satu sama lain,” kata David Rockefeller, presiden Bank Chase Manhattan yang sudah pensiun. ”Bank-bank memang perlu mengadakan banyak hubungan bisnis satu sama lain, sehingga ada saling ketergantungan yang amat besar.” Akibatnya tidak ada bank atau bangsa yang benar-benar berdiri sendiri. Maka bila suatu bank pailit, ada kekuatiran bahwa hal itu akan menjatuhkan bank-bank lain atau mengurangi kepercayaan yang begitu penting bagi industri bank tersebut. Kemudian ada kemungkinan bahwa para deposan di mana-mana akan berbondong-bondong mengambil uang mereka sehingga menyebabkan jatuhnya bank-bank lain dengan pengaruh beruntun yang tidak terkendali.
Apakah kegagalan sebuah bank di suatu tempat dapat meruntuhkan sistem bank internasional? ”Para pengatur di A.S. maupun negara-negara lain harus mengambil langkah-langkah yang pasti untuk mencegah setiap kepailitan besar yang sudah di ambang pintu,” kata Rockefeller. ”Saya kira hal itu sama sekali tidak mungkin terjadi.”
Sejauh ini, walaupun ada beberapa problem serius dan kejatuhan bank di seluruh dunia tahun-tahun belakangan ini, pemerintah telah campur tangan untuk membantu lembaga-lembaga keuangan yang berada dalam kesulitan. ”Para menteri keuangan dan bankir-bankir lebih kuatir terhadap momok tahun 1929, dan mereka bersedia melakukan apapun juga untuk dapat menghindari terulangnya malapetaka keuangan tersebut yang terjadi lima puluh tahun lalu—dengan harapan yang sedikit banyak disadari agar dapat menghindari pengaruhnya yang nampaknya tidak dapat dielakkan, perang dunia,” mingguan Prancis L’Express menjelaskan. Namun, ada alasan untuk kuatir.

Problem Hutang

Bank memang merupakan bisnis yang mengandung risiko. Mereka menangani banyak sekali uang yang bagian terbesarnya bukan milik mereka sendiri. Lagi pula, mereka menciptakan uang dan meminjamkan melebihi nilai bersihnya. Walaupun mereka telah sangat berhati-hati, bank tahu bahwa ada beberapa pinjaman yang tidak akan terbayar. Maka sejumlah uang tertentu disisihkan sebagai cadangan pinjaman untuk menutupi pinjaman yang tidak tertagih. Tetapi jika jumlah pinjaman yang memburuk menjadi luar biasa, cadangan-cadangan tersebut tidak akan cukup untuk menutupi kerugian pinjaman yang banyak, atau penarikan uang di bank secara beramai-ramai. ”Semakin banyak kekayaan bersih dipertaruhkan akibat pinjaman yang buruk, semakin lemah keuangan bank,” kata majalah New York. ”Kebangkrutan (atau kepailitan) terjadi bila semua kekayaan bersih bank tersebut terpakai.”
Lebih banyak bank sekarang mengalami hal sedemikian—banyak sekali pinjaman mereka yang menjadi buruk, dan tidak ada cukup modal untuk menutupinya. Ada banyak alasan yang diberikan: krisis minyak, pembatasan dan defisit perdagangan, kejatuhan ekonomi, suku bunga yang tidak stabil, larinya modal ke luar negeri, inflasi, disinflasi, resesi, kebijaksanaan meminjamkan yang terlalu agresif, kebangkrutan badan hukum, persaingan yang hebat, deregulasi atau penghapusan peraturan—bahkan ketidaktahuan atau kebodohan.
Tetapi ada cara-cara untuk menyelamatkan diri—di atas kertas. Menjadwalkan kembali pinjaman-pinjaman, memperpanjang hutang untuk jangka waktu yang lebih lama, adalah cara yang terus digunakan. Cara yang lain adalah untuk mendaftarkan semua nilai pinjaman, walaupun hanya sedikit harapan untuk kembalinya seluruh pokok hutang. Taktik yang sering digunakan adalah meminjamkan lebih banyak uang kepada peminjam sehingga mereka dapat membayar bunga pinjaman mereka.
Semua metode ini sedang digunakan oleh bank-bank sehubungan dengan hutang negara-negara Dunia Ketiga, yang dianggap oleh banyak orang sebagai ancaman terbesar bagi kestabilan sistem bank internasional. Menurut penyelidikan Bank Dunia, lebih dari seratus negara-negara berkembang mempunyai hutang luar negeri sejumlah total kira-kira $950 milyar pada akhir tahun 1985, kenaikan 4,6 persen dari tahun sebelumnya. Walaupun jumlahnya sudah terlalu banyak, diperkirakan pinjaman akan mencapai $1.01 trilyun pada akhir tahun 1986. Apa sebabnya? Karena banyak negara tersebut sama sekali tidak dapat membayar kembali dan minta diberi lebih banyak waktu dan uang. Mengingat besarnya pinjaman mereka, bank-bank memenuhinya. Seperti dikatakan seseorang, ”Jika saya berhutang kepada anda satu dollar, saya di bawah kuasa anda; tetapi jika saya berhutang kepada anda satu juta dollar, anda berada di bawah kuasa saya.”
Bayangan yang selalu muncul adalah kemungkinan jika karena jemu dengan kesulitan-kesulitan akibat program-program yang ketat, beberapa negara yang sudah dililit hutang bisa saja memutuskan tidak mau membayar sama sekali. Bank-bank tidak dapat memaksa negara-negara yang merdeka untuk membayar. ”Bagi bank-bank tersebut, arti krisis hutang sedunia sudah jelas,” kata majalah Savvy. ”Mereka memperoleh sebagian besar keuntungan dengan memberikan pinjaman, dan jika negara-negara tidak membayar hutang yang besar, keuntungan bank, pokok modal, dan harga saham akan jatuh dengan cepat. . . . Kelalaian membayar hutang yang besar oleh negara-negara Dunia Ketiga dapat membebani sehingga sampai mematahkan sistem keuangan, yang mungkin mengakibatkan jatuhnya bank-bank yang besar.”
Kelalaian membayar hutang oleh empat negara saja—Meksiko, Brasilia, Argentina, dan Venezuela—dapat mengakibatkan jatuhnya sembilan bank A.S. yang terbesar, para ahli memperingatkan. ”Bahwa kelalaian membayar hutang tersebut belum benar-benar terjadi sungguh menakjubkan,” kata The New York Times Magazine. ”Memang, seseorang dapat mempertalikannya dengan ilmu bahasa yang menyangkut makna kata-kata (semantik). Sebagaimana peperangan tidak lagi ’diumumkan’, tidak seorang pun sekarang diumumkan lalai melaksanakan kewajibannya ’secara hukum’.”

”Apakah Bank Saya Aman?”

Dapatkah seseorang mengetahui apakah sebuah bank kuat dan sanggup membayar hutangnya? ”Bagi kebanyakan deposan sulit atau tidak mungkin mengetahui bagaimana keadaan sebuah bank,” kata majalah Changing Times. The New York Times menambahkan, ”Pengalaman akhir-akhir ini menunjukkan bahwa sangat sulit bagi orang-orang luar mengetahui kekuatan sebuah bank. Praktis setiap bank besar yang jatuh atau hampir jatuh belakangan ini, tadinya sangat dipuji oleh para analis saham bank. . . . Bahkan para pengatur dan para pemeriksa pembukuan bank tidak sanggup mengetahui kesulitan yang serius sebelum hal itu berlangsung lama.”
Umumnya, sebanyak-banyaknya yang dilakukan seorang nasabah adalah memeriksa bank tersebut dari luar: jenis jasa yang ditawarkan, keramahan dan kecepatan pelayanannya. Sebenarnya, sewaktu bank diiklankan, biasanya hal-hal itulah yang mereka tekankan—bankir yang ramah, pinjaman yang cepat, rekening atau pelayanan yang istimewa, kemudahan. Kadang-kadang hadiah ditawarkan untuk memikat deposan-deposan baru. Tetapi sedikit yang dikatakan tentang kekuatan keuangan bank tersebut. Tentu saja, pelayanan bank penting. Yang perlu diingat juga adalah bunga yang diberikan dan bagaimana bunga majemuknya, karena hasilnya berbeda-beda. Namun yang paling penting bagi deposan tersebut adalah jaminan uangnya.
Jawaban untuk hal ini adalah asuransi deposito. ”Karena adanya asuransi deposito, kecuali sistem bank jatuh total, hal ini adalah problem para bankir dan para pemilik saham bank, bukan problem para deposan,” kata The Atlantic Monthly. ”Kepailitan bank sekarang sangat tidak mungkin membawa kerugian bagi individu seperti pada tahun tiga puluhan.”
Jadi sebaiknya memeriksa apakah rekening tersebut diasuransikan dan oleh siapa. Asuransi pemerintah, tentu, adalah yang terbaik. Misalnya, Perusahaan Asuransi Deposito Federal di Amerika Serikat. Beberapa orang diberitahukan bahwa rekening mereka telah diasuransikan. Belakangan ternyata bahwa itu diasuransikan pada agen-agen pribadi yang tidak memiliki cukup uang untuk membayar kembali semua deposan sewaktu bank-bank tersebut pailit. Periksa juga jumlah yang diasuransikan. Jika rekening anda melebihi batas itu, pertimbangkan untuk membuka rekening di bank lain sehingga semua uang anda akan terlindung.

Apa yang Akan Terjadi?

Kepailitan bank-bank diramalkan akan berlangsung terus dan mungkin jumlahnya bahkan bertambah. Namun, yang terpenting bagi sistem bank adalah untuk mempertahankan kepercayaan kepadanya. ”Suatu krisis akan terjadi hanya jika para deposan menafsirkan kegoncangan-kegoncangan keuangan yang tiba-tiba sebagai alasan untuk mengambil uang mereka dari bank-bank yang kena akibatnya,” kata majalah Fortune. Maka, segala usaha dibuat untuk memperkuat sistem tersebut agar kepercayaan itu tetap teguh.
Rencana-rencana juga dijalankan untuk mengurangi hutang negara-negara Dunia Ketiga sampai tingkat-tingkat yang dapat diatasi dan membantu mereka untuk memenuhi kewajiban mereka. ”Pada akhirnya, kekurangan uang yang sangat banyak akan diserap oleh para pembayar pajak seluas dunia,” kata Albin Chalandon, bekas Menteri Perencanaan Industri Prancis.
Kalau begitu, seberapa amankah, bank-bank tersebut? Seorang pejabat bank menyatakannya demikian, ”Bank-bank sama amannya seperti pemerintah-pemerintah yang mendukungnya.” Walaupun pernyataan itu nampaknya meyakinkan sekarang, justru hal itu menjadi alasan bagi orang-orang yang menggunakan pikiran untuk ragu-ragu. 


Situasi Bank—Apa Kata Orang-Orang Lain


● ”Tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa pemerintah berlusin-lusin negara yang dililit hutang, Dana Moneter Internasional, the Federal Reserve Board (Dewan Cadangan Federal), dan beratus-ratus bank Amerika dan bank-bank asing sama-sama menghadapi krisis keuangan yang paling parah dan paling luas sejak tahun 1930-an.”—Majalah New York.
● ”Kebijaksanaan sekarang hanya memberikan perlindungan yang sangat tidak menentu. Keamanan keuangan dunia seperti telur di ujung tanduk. Krisis hutang tidak hanya mengancam perkembangan di negara-negara berkembang tetapi juga kestabilan sistem bank negara-negara industri.”—Laporan oleh sebuah kelompok ahli Persemakmuran, The Guardian dari London.
● ”Hutang negara-negara berkembang yang sangat banyak kepada bank-bank Amerika Serikat membahayakan seperti tanah longsor yang akan menimpa sistem bank Amerika.”—The New York Times Magazine.
● ”Total pinjaman sedunia begitu besar sehingga telah menjadi dasar yang dipersiapkan bagi krisis hutang kelas satu dalam sistem bank internasional.” ”Ironi krisis hutang terbesar sedunia adalah bahwa bank-bank telah terperosok begitu jauh sehingga tidak dapat keluar tanpa menjatuhkan seluruh bangunan yang lemah tersebut.”—Majalah Savvy.
● ”Keadaan sekarang lebih kritis dan lebih berbahaya dari pada keadaan pada tahun 1930-an.”—Ahli Ekonomi Jerman Barat Kurt Richebächer, U.S.News & World Report.


Sumber:
Sedarlah! 87

No comments:

Post a Comment