When you run so fast to get somewhere, you miss the fun of getting there.
Life is not a race, so take it slower.
Hear the music before the song is over.
You are part of the puzzle of someone else's life.
You may never know where you fit but others will fill the holes in their lives with pieces of you.
So if you run out of reasons to live, remember that someone else's life may never be complete without you in it.

Friday, January 11, 2013

MENGAPA MUSIK MEMPENGARUHI KITA?





Tak terbayangkan apa jadinya dunia ini tanpa musik dan bahasa. Kedua hal ini merupakan aspek-aspek yang kita butuhkan untuk berkomunikasi. Jadi, seperti halnya bahasa, kalau musik sudah “berbicara”, emosi kita pun akan “mendengar”. Bagaimana bisa?

”Bahasa dan musik merupakan karakteristik manusia yang tampaknya universal,” — buku The Musical Mind.

Perhatikan 3 hal:
  • Unsur-unsur dalam musik itu sendiri dan cara otak kita memprosesnya
  • Pembawaan emosi kita dan latar belakang budaya kita, yang mempengaruhi reaksi kita terhadap musik
  • Bahasa, yang juga dapat mempengaruhi reaksi kita


UNSUR-UNSUR MUSIK (Karakteristik Musik)

  • Nada (Timbre)
Misalnya: French horn, sejenis alat musik tiup, dikategorikan sebagai “berwibawa”, atau berbobot, dan suaranya agak berbeda dengan trompet yang bernada ”angkuh”. Meskipun keduanya sama-sama alat musik tiup, masing-masing mempunyai kekuatan yang berbeda dalam menghasilkan paduan nada, atau harmoni. Itulah yang membuat tiap-tiap alat musik mempunyai ”suara” yang khas. Para komposer memanfaatkan sifat-sifat ini untuk menciptakan efek bunyi tertentu guna menggugah emosi pendengarnya.

  • Irama
Salah satu unsur dasar yang pertama kali akrab bagi kita adalah irama—mungkin sewaktu kita masih di dalam rahim, mendengarkan detak jantung ibu kita. Ada pendapat bahwa sambutan kita terhadap irama musik mungkin dipengaruhi secara tidak sadar oleh detak jantung atau bahkan pernapasan kita sendiri.

“Bukannya kebetulan apabila banyak orang lebih suka mendengarkan musik dengan tempo antara 70 hingga 100 beat per menit—sama dengan rata-rata kecepatan irama jantung orang dewasa yang sehat.” — Jurnal Perceptual and Motor Skills.

Keragaman musikal yang dapat dihasilkan oleh unsur-unsur musik ini akan nyata apabila kita mencermati sejumlah alat musik berikut bunyi dan melodi yang dihasilkannya. Contoh:

  • Suara bassoon (sejenis alat musik tiup) yang menyayat hati dalam bagian kedua pada konserto bassoon karya Mozart dapat membangkitkan emosi dan perasaan yang sendu.
  • Bunyi melankolis seruling shakuhachi dari Jepang dapat membuat hati terbuai.
  • Suara berat saksofon tenor membuat irama blues tetap melekat di benak banyak orang.
  • Dengan suara rendahnya, tuba dalam band Jerman biasanya membangkitkan perasaan sukacita.
  • Irama ceria gesekan biola yang memainkan waltz-nya Strauss mengajak para pendengarnya melantai bersama.

“Pengaruh-pengaruh ini dihasilkan karena ‘musik berbicara kepada seluruh umat manusia’”. — Clive E. Robbins, dari Pusat Terapi Musik Nordoff-Robbins Music Therapy Center, di New York.



HARMONI, SUARA SUMBANG, DAN MELODI

Harmoni menghasilkan suara yang menyenangkan.
Suara sumbang menghasilkan suara yang tidak enak didengar.

Tahukah Anda bahwa unsur-unsur ini saling melengkapi pada jenis-jenis irama musik tertentu?

Musik yang terdengar harmonis mungkin mengandung lebih banyak suara sumbang daripada yang dapat Anda bayangkan. Interaksi terus-menerus antara harmoni dan suara sumbang mengakibatkan meningkatnya ketegangan secara tidak menentu, sekalipun secara tidak kentara, yang kemudian tersalurkan melalui emosi kita. Emosi yang dibuai dengan lembut terasa menenteramkan, sedangkan musik sumbang itu sendiri terdengar ngilu di telinga dan menimbulkan rasa jengkel—kurang-lebih seperti suara gesekan kuku pada papan tulis. Di pihak lain, jika musik didasarkan hanya pada harmoni, itu akan terdengar membosankan.

Melodi adalah serangkaian nada yang merdu. Menurut beberapa referensi, kata itu berasal dari bahasa Yunani melos, yang berarti ”lagu”. Melodi, menurut kamus, adalah musik yang sedap didengar, semua suara yang menyenangkan.

Akan tetapi, melodi yang sedap didengar bukan hanya terdiri dari serangkaian bunyi nada. Misalnya, interval-interval panjang yang muncul silih berganti antara not-not dapat membuat suatu melodi terdengar dramatis tetapi tidak manis. Di pihak lain, serangkaian not yang disertai beberapa interval panjang menjadikan suatu melodi sedap didengar. Aransemen not dan interval dapat menjadikan suatu melodi bernada sedih atau gembira. Sehubungan dengan harmoni, suatu melodi menciptakan ketegangan dan kelepasan sendiri, sehingga mempengaruhi emosi kita karena naik-turunnya nada—yakni, seberapa tinggi atau rendah suatu notasi.


>>Jika digabungkan, semua unsur ini menciptakan pengaruh kuat yang dapat membuat emosi kita terbangkitkan atau terbuai. Ini dikarenakan berbagai cara otak kita menerima dan memproses musik.


MUSIK DAN OTAK


Ada yang berpendapat bahwa memproses bahasa dan logika merupakan sebagian besar tugas otak sebelah kiri, sedangkan musik diproses di otak sebelah kanan, yang menangani perasaan dan emosi.

Jelaslah bahwa musik membangkitkan reaksi spontan dari para pendengarnya.
”Musik mempunyai kuasa untuk menciptakan perasaan dan emosi dengan cara yang cepat dan efektif. Apabila suatu buku membutuhkan banyak kalimat untuk menggambarkan sesuatu . . . , musik sering kali dapat menyampaikannya hanya dengan satu birama atau satu akor.” — Jurnal Perceptual and Motor Skill.

”Hubungan antara pendengaran dan emosi lebih dekat daripada hubungan antara penglihatan dan emosi. . . . Melihat seekor binatang yang terluka atau seseorang yang menderita namun diam saja mungkin tidak banyak mempengaruhi perasaan orang yang melihatnya. Tetapi, begitu mereka mulai menjerit, emosi orang yang melihatnya biasanya akan sangat tersentuh.” — buku Music and the Mind.


MUSIK, LIRIK, DAN ANDA


Ada pakar yang berpendapat bahwa musik tertentu menghasilkan pengaruh yang sama terhadap semua pendengarnya. Akan tetapi, ada pula yang mengatakan bahwa reaksi seseorang terhadap melodi atau lagu mencerminkan keadaan pikirannya pada saat itu atau pengalaman masa lalunya. Misalnya, sewaktu seseorang yang telah ditinggal mati orang yang dikasihi mendengar lagu tertentu, mungkin di tempat ibadat. Lagu itu dapat membangkitkan kenangan dan menimbulkan kesedihan atau bahkan dapat membuat orang yang berdukacita itu menitikkan air mata. Orang-orang lain yang tidak mengalami situasi itu mungkin akan menyanyikan lagu itu dengan riang hati.

Selain itu, perhatikan gambaran tentang French horn dan trompet yang telah dijelaskan tadi. Anda mungkin tidak sependapat bahwa suara French horn itu berwibawa. Boleh jadi, Anda menganggapnya kasar atau jenaka, sedangkan suara trompet mungkin lebih dapat membuat Anda terbuai. Di dalam diri kita, terdapat semacam sumur emosi yang unik yang dapat ditimba oleh musik—oleh karena itu, kita menanggapi musik dengan cara kita sendiri.

Musik membantu kita menghubungkan kata atau gagasan dengan emosi. Itulah sebabnya jarang sekali iklan di televisi atau radio yang tidak diiringi musik latar. Sering kali, kata-kata tidak terlalu banyak pengaruhnya. Akan tetapi, apabila musik latarnya sangat jitu, iklan sanggup menggelitik emosi pendengarnya. Memang benar, tujuan sebagian besar pengiklan adalah agar seseorang membeli karena emosi sebaliknya daripada logika!

Sementara iklan dapat mempengaruhi masyarakat untuk merogoh kantongnya secara tidak perlu, ada lagi pengaruh yang jauh lebih serius dari lirik dan musik.

“Melalui lirik lagu yang diulang-ulangi, si penulis lagu mengajar para remaja untuk mengabaikan pendapat orang lain dan untuk ”bersikap tegar”. Menurut salah satu sumber, pesan yang disampaikan melalui ”lirik musik rap yang kontroversial . . . , lebih gamblang daripada melalui musik heavy metal”, dapat mempengaruhi karakter emosi pendengarnya dan dapat mengakibatkan perilaku antisosial.” — Journal of Youth and Adolescence.

Dapatkah reaksi-reaksi negatif ini dicegah jika seseorang hanya mendengarkan musiknya tanpa menghiraukan liriknya? Memang, harus diakui bahwa hingga taraf tertentu, kata-kata dalam musik heavy metal dan rap sulit dicerna. Malah, kata-katanya hampir tidak terdengar ditelan volume suara musik pengiringnya yang ekstra keras. Namun, dengan atau tanpa kata-kata, pesan lagu itu tetap tersampaikan melalui iramanya yang mengentak-entak dan melodinya yang diulang-ulangi!

Mengapa demikian? Nah, pada beberapa lagu, judulnya saja sudah memberikan kesan tertentu. Kemudian, jenis musik itu sendiri sering kali identik dengan pesan yang hendak disampaikan. Pesan apa? 

”Itu adalah lambang kekuasaan, potensi, dan penaklukan seksual.” Majalah lain mengatakan, ”Tema dasarnya . . . adalah pemberontakan yang ekstrem, kekerasan, penyalahgunaan obat bius, promiskuitas seksual, kebejatan, dan Setanisme.” — Salah satu majalah remaja.

Beberapa remaja mungkin menyatakan bahwa meskipun fakta-fakta ini benar, mereka tidak merasa mendapat pengaruh negatif. Mereka berpendapat bahwa musik semacam itu bermanfaat karena membantu mereka ’menemukan jati diri’. Demikiankah kenyataannya? 

 ”Kemarahan, tema-tema antagonis, dan kekuatan lelaki yang mengilhami musik heavy metal sangat disukai khususnya oleh anak-anak lelaki berprestasi rendah setelah seharian mereka menanggung ketidakmampuan belajarnya di sekolah. Yang ironis atau membingungkan adalah bahwa para remaja mencari jati diri yang lebih aman dan autentik melalui media publik yang digunakan bersama-sama. Sebaliknya daripada mencari pengalaman yang benar-benar unik dalam kesendirian, para remaja berupaya meniru tokoh-tokoh yang dikemas oleh industri komersial.” — Journal of Youth and Adolescence.

Dengan kata lain, penalaran dan perasaan anak-anak muda ini didikte oleh orang lain.

Perhatikanlah apa yang terjadi di konser musik rock. Apa pengaruhnya atas kerumunan penontonnya?

”Tidak diragukan lagi bahwa, dengan meningkatkan emosi para penonton dan dengan memastikan bahwa emosi itu memuncak bersama dan bukannya sendiri-sendiri, musik dapat sangat menumpulkan ketajaman akal sehat, membuat orang hanyut dalam suasana saat itu, yang merupakan karakter yang sangat berbahaya dari perilaku massa.” — Buku Music and the Mind.

Suasana liar dan tak terkendali pada beberapa konser rock menunjukkan benarnya pernyataan itu.


Sumber:
Sedarlah! 8 Oktober 1999

No comments:

Post a Comment