Tugas Softskill Ekonomi Koperasi# 2
ANDAI SAYA JADI MENTERI KOPERASI
Sebagai pelaku ekonomi, tidak
pernah terlintas dalam benak saya untuk terjun ke kancah dunia politik dan meraih
jabatan sebagai Menteri Koperasi. Membayangkan harus memikul tugas-tugas yang
berat, menjadi salah satu tonggak utama perekonomian bangsa, dan berbagai
tanggung jawab lainnya (baik kepada Negara, Presiden, dan masyarakat) yang
harus dipikul oleh seorang Menteri Koperasi—membuat sisi optimis saya undur
diri. Namun, popularitas koperasi yang semakin menurun di kalangan masyarakat
dewasa ini sedikit menyita perhatian saya. Ini mendorong imajinasi saya untuk
menempatkan posisi saya sekarang dengan posisi seorang Menteri Koperasi. Hanya
berandai-andai. Tidak ada salahnya, bukan?
Baik, untuk membuat andaian ini
lebih realistis, mari sebut saya “Bu Menteri”. Bu Menteri melihat sisi baik dan
keunggulan-keunggulan dari peran koperasi yang ada di Indonesia. Ternyata
sektor koperasi lebih tangguh dalam menghadapi krisis ekonomi dan mampu
menyelamatkan ekonomi Indonesia pasca krisis ekonomi. Bu Menteri juga melihat
ada potensi yang besar dari koperasi dalam mengatasi jumlah pengangguran dan
kemiskinan yang terus bertambah setiap tahunnya di Indonesia. Sayang sekali
kalau koperasi yang memiliki potensi seperti ini hanya dipandang sebelah mata. Oleh
karena itu, Bu Menteri akan meningkatkan kualitas kontribusi koperasi terhadap
ekonomi nasional dengan memberdayakan dan mengembangkan koperasi yang tangguh
supaya tingkat kemiskinan yang tinggi secara progresif dan signifikan dapat
terentaskan. Dengan meluaskan lapangan pekerjaan di berbagai wilayah pedesaan
hingga perkotaan dengan beragam sektor usaha akan dapat memantapkan
perekonomian nasional. Dan koperasi, sesuai dengan asas dan tujuan utamanya,
akan terbukti mampu memberikan penghidupan yang layak bagi orang-orang yang
berkiprah di dalamnya beserta dengan keluarganya.
Kekuatan-kekuatan koperasi
seperti yang beberapa telah Bu Menteri sebutkan di atas menjadi kekuatan utama
koperasi dalam menggaet anggotanya. Namun kepopuleran koperasi sekarang ada di
zona kritis. Kepercayaan masyarakat terhadap koperasi sudah sangat menurun. Hal
ini dikarenakan kurangnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat mengenai
koperasi. Maka, Bu Menteri menganggap perlu untuk mengadakan seminar-seminar, pelatihan,
dan penyuluhan tingkat nasional dan tingkat daerah agar, terutama di
daerah-daerah, masyarakat menaruh kepercayaan mereka lagi kepada koperasi
sehingga perekonomian mereka bisa menjadi semakin baik.
Tapi Bu Menteri tahu, tanpa
adanya faktor kepengelolaan koperasi yang profesional, seberapa banyak dan
seberapa seringnya penyuluhan-penyuluhan seperti itu tidak akan memberikan
pengaruh yang besar terhadap usaha pengembangan koperasi. Faktor pengawasan
yang lebih ketat pasti Bu Menteri perhatikan. Ini penting agar pihak luar atau
orang-orang yang bukan anggota koperasi tidak dapat masuk untuk mencari tahu
informasi-informasi konfidensial dan menyalahgunakannya. Caranya adalah dengan
berusaha lebih keras untuk total dalam mengawasi anggota. Pelaporan kinerja
pengurus koperasi kepada pengawas koperasi harus dirahasiakan dari pihak yang
bukan anggota koperasi. Kemudian, hasil dari pengawasan ini harus disampaikan
dalam rapat anggota.
Kendala-kendala yang ada di
daerah-daerah mencakup aspek lain lagi yaitu adanya arus ekonomi asing. Arus
ekonomi asing ini merupakan pesaing terberat koperasi. Karena
perusahaan-perusahaan asing yang besar dan koperasi tidak memiliki laju
pertumbuhan yang seimbang, maka terbentuklah suatu jurang pemisah yang dalam di
antara keduanya. Untuk mengatasi kendala ini, Bu Menteri akan berusaha
meyakinkan anggota-anggota koperasi untuk tetap setia kepada sistem ekonomi
koperasi yang kerakyatan dan tidak beralih pada sistem ekonomi kapitalisme yang
terlihat lebih mudah, modern, dan menguntungkan, padahal kadang tidak sesuai
kenyataannya.
Kendala berikutnya adalah
lemahnya daya saing koperasi di berbagai tingkatan—lokal, regional, dan nasional, dan rendahnya tingkat
partisipasi anggota koperasi dalam meningkatkan kualitas koperasi. Bu Menteri
akan berusaha memupuk dan menumbuhkan kembali minat anggota koperasi yang akan
dan telah berwirausaha untuk melibatkan koperasi dalam mengembangkan usaha yang
mereka geluti.
Bu Menteri juga akan melakukan pengawasan yang lebih ketat
pada unit-unit usaha koperasi simpan pinjam. Mengapa Bu Menteri merasa ini
perlu? Kita tahu belakangan ini isu penipuan pada koperasi simpan pinjam menjadi
isu yang sedang hangat dibahas di Kementerian Koperasi. Fungsi koperasi simpan
pinjam sebagai lembaga pendanaan legal yang membantu rakyat untuk terbebas dari
jerat rentenir atau kelicikan dari lembaga-lembaga kredit sewaktu mereka dalam
keadaan terdesak dan sangat membutuhkan uang, malah sering kali disalahgunakan oleh
para peminjam dana itu sendiri. Selaku Bu Menteri, saya tidak mau dianggap sebagai
salah satu penyebab penyalahgunaan ini karena kurangnya melakukan pengawasan
pada pengurus koperasi dan Kemenkop. Maka, Bu Menteri akan berusaha seserius
mungkin untuk menangani kasus penipuan yang kerap terjadi ini, dengan meminta
kerja sama yang baik dari pengurus koperasi simpan pinjam agar lebih
berhati-hati lagi, dan langsung meminta mereka untuk memberikan laporan kegiatan
pemberian pinjaman setiap kali ada yang melakukan peminjaman dana di
koperasinya. Dalam rangka menangani kasus sedemikian, Bu Menteri juga akan
meminta adanya penyediaan sarana dan prasarana seperti sistem yang berbasis Teknologi
Informasi dan memberikan pelatihan penggunaan sistem ini kepada para pengurus koperasi
simpan pinjam. Dengan penanganan yang serius dan kebijakan-kebijakan seperti
ini Bu Menteri yakin nama baik koperasi akan kembali pada tempatnya lagi, dan dapat
lebih menyejahterakan anggota-anggotanya.
Bu Menteri melihat adanya masalah manajemen dan
pengorganisasian yang menjadi salah satu faktor penyebab kurang baiknya perkembangan
koperasi di Indonesia. Menurut Bu Menteri, koperasi di Indonesia perlu
mencontoh implementasi dari Good
Corporate Governent (GCG) yang selama ini sudah diterapkan pada perusahaan-perusahaan
yang berbadan hukum perseroan. Nah, beberapa prinsip dalam GCG juga bisa
diimplementasikan pada koperasi. Untuk itu, Bu Menteri akan memperkenalkan
dengan maksimal suato konsep GCG atau tata kelola koperasi yang baik. Dalam rangka
pengimplementasian GCG tersebut, saya perlu memastikan beberapa langkah
strategis yang memadai dalam implementasi GCG. Yang pertama, Bu Menteri akan membuat
visi, misi dan program kerja yang sesuai, yang dapat membangun kesadaran baik para
pengurus koperasi maupun anggota koperasi bahwa tujuan koperasi adalah untuk
benar-benar menyejahterakan anggotanya. Mengapa perlu? Karena pembangunan kesadaran
para pengurus dan anggota koperasi merupakan modal penting untuk pengelolaan koperasi
yang jauh lebih profesional ke depannya. Ketidakamanahan dari para pengurus dan
anggota bisa berpotensi membawa koperasi ke tepi jurang kehancuran yang
menganga lebar. Yang kedua, koperasi dalam kegiatan operasionalnya, banyak
melakukan praktek-praktek yang tidak efisien dan banyak mengandung kelemahan. Untuk
itu, Bu Menteri akan menyiapkan blue
print pengelolaan koperasi yang efektif dan terencana, yang akan menjadi
panduan bagi seluruh koperasi di Indonesia dalam menjalankan kegiatan-kegiatan
koperasinya secara profesional, efektif dan efisien. Bu Menteri juga akan membuat
peraturan yang dapat meminimalisir dan bahkan menutup celah dari penyimpangan
koperasi, dengan membatasi dominasi pengurus yang berlebihan dan tidak sesuai
pada proporsi sesungguhnya.
Yaa, saya hanya bisa
berandai-andai. Teori memang jauh lebih mudah disampaikan daripada prakteknya
dilapangan. Saya dapat membayangkan betapa sulitnya menjadi seorang Menteri
Koperasi dengan tanggung jawab yang sedemikian besarnya. Perealisasian dan
pengimplementasian dari apa yang telah saya sebutkan di atas pastinya sulit
untuk dilaksanakan oleh seorang Menteri Koperasi yang hanya sebagai manusia
biasa. Namun bukannya tidak mungkin, seorang Menteri Koperasi pasti mampu
melaksanakan kebijakan-kebijakannya dengan bantuan dari berbagai pihak—internal,
maupun eksternal.
No comments:
Post a Comment