Bisnis dan
masyarakat memiliki hubungan yang tidak dapat dipisahkan. Tata hubungan baik
secara langsung maupun tidak langsung tersebut membawa etika-etika tertentu
dalam kegiatan bisnis, yang meliputi etika antara sesama pelaku bisnis dan
etika bisnis terhadap masyarakat.
”Etika"
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa
yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Etika sendiri berasal
dari bahasa Yunani “ethos” yaitu ilmu yang secara khusus menyoroti
perilaku manusia dari segi moral. Berdasarkan pengertian tersebut, perilaku
etis dapat diartikan sebagai perilaku yang mencerminkan keyakinan seseorang dan
norma-norma sosial yang diterima secara umum sehubungan dengan
tindakan-tindakan yang benar dan baik.
Dalam bisnis, tidak jarang ditemui tindakan-tindakan tercela
(tidak etis) yang menghalalkan segala cara demi pencapaian suatu tujuan. Jika pelaku
bisnis mengabaikan nilai-nilai etika, akan dapat menurunkan nilai penjualan
maupun nilai perusahaan. Sebaliknya, pelaku bisnis yang menjunjung tinggi
nilai-nilai etika akan memiliki peringkat kepuasan bekerja yang tinggi, dan
keuntungan jangka panjang dapat meningkat.
Etika bisnis merupakan penerapan tanggung jawab sosial suatu
bisnis yang timbul dari dalam perusahaan itu sendiri. Kebijakan perusahaan yang
memberikan perhatian serius pada nilai-nilai etika akan mencitrakan bahwa
manajemen mendukung perilaku etis dalam perusahaan. Kebijakan tersebut biasanya
secara formal didokumentasikan dalam bentuk Kode Etik (Code of Conduct). Maka dapat disimpulkan bahwa etika bisnis adalah
cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang
berkaitan dengan individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat. Kesemuanya
ini mencakup bagaimana para pelaku bisnis menjalankan bisnis secara adil (fairness), sesuai dengan hukum yang
berlaku (legal), tidak tergantung
pada kedudukan individu atau perusahaan lain di masyarakat.
Lingkungan Bisnis yang Mempengaruhi Perilaku Etika
Suatu bisnis yang
dijalankan pasti memiliki tujuan untuk tumbuh dan menghasilkan. Untuk itu para
pelaku bisnis patut memberikan perhatian pada faktor-faktor yang dapat
mendukung tujuan tersebut, seperti lingkungan, karena etika bisnis dapat
dipengaruhi oleh lingkungan dan lingkungan juga dapat dipengaruhi oleh etika
bisnis.
- Lingkungan Intern
Lingkungan intern
dapat dikendalikan oleh para pelaku bisnis, sehingga dapat diarahkan sesuai
dengan keinginan perusahaan. Lingkungan intern meliputi tenaga kerja,
peralatan, dan lain-lain. Budaya organisasi (yang mencakup lingkungan kerja,
sikap manajemen terhadap karyawan, rencana pertumbuhan perusahaan, dan
otonomi/pemberdayaan yang diberikan pada karyawan); Ekonomi lokal (yang
mencakup keadaan perekonomian setempat); Reputasi perusahaan (yang mencakup
persepsi karyawan mengenai bagaimana perusahaan mereka dilihat oleh
masyarakat); Persaingan di Industri (yang mencakup tingkat daya saing dalam
industri yang mempengaruhi kompensasi dan pendapatan), adalah beberapa contoh
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja dan etika para tenaga kerja. Faktor-faktor
tersebut perlu disadari karena para tenaga kerja—kinerja dan etika mereka—sebenarnya
memiliki kontribusi yang besar terhadap kesuksesan perusahaan.
- Lingkungan Ekstern
Kesaling-Tergantungan Antara Bisnis dan Masyarakat
Eksistensi bisnis ditengah-tengah masyarakat
adalah sebagai salah satu sendi utama dalam kehidupan masyrakat, karena dengan
adanya kegiatan usaha yang dilakukan perusahaan tadi, maka kebutuhan
masyarakat akan dapat dipenuhi, aktivitas masyarakat di bidang ekonomipun dapat
berjalan, termasuk adanya penyerapan tenaga kerja melalui perusahaan tersebut.
Bagaimana
sampai tercipta hubungan timbal balik atau kesaling-tergantungan antara bisnis
dan masyarakat? Dalam kegiatannya, perusahaan memiliki peran ganda yaitu
sebagai produsen yang memerlukan masyarakat sebagai konsumen dan pendukung
kelancaran usahanya, juga memiliki peran sebagai konsumen. Perusahaan melakukan
kegiatan usahanya guna meraih keuntungan atas barang maupun jasa yang
diperdagangkannya, disamping itu kebutuhan masyarakat akan barang atau jasa akan
terpenuhi.
Suatu
perusahaan seharusnya tidak hanya mengeruk keuntungan sebanyak mungkin, tetapi
juga mempunyai etika dalam bertindak menggunakan sumberdaya manusia dan
lingkungan guna turut mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Pengukuran kinerja
yang semata dicermati dari komponen keuangan dan keuntungan (finance) tidak akan mampu membesarkan
dan melestarikan, karena seringkali berhadapan dengan konflik pekerja, konflik
dengan masyarakat sekitar dan semakin jauh dari prinsip pengelolaan lingkungan
dengan prinsip pembangunan berkelanjutan. Pihak perusahaan dan masyarakat
bukanlah dua pihak yang berbeda dan bertolak belakang, namun merupakan bagian
yang tak terpisahkan.
Kepedulian Pelaku Bisnis Terhadap Etika
Pelaku bisnis dituntut untuk peduli dengan keadaan
masyarakat, bukan hanya dalam bentuk “uang”, dengan jalan memberikan sumbangan,
melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki
oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu
terjadinya excess demand harus
menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan
kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan
excess demand pelaku bisnis harus
mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap
masyarakat sekitarnya. Tanggung jawab sosial bisa dalam bentuk kepedulian
terhadap masyarakat di sekitarnya, terutama dalam hal pendidikan, kesehatan,
pemberian latihan keterampilan, dan lain-lain.
Dua pandangan tanggung jawab sosial :
- Pandangan klasik
Tanggung jawab
sosial adalah bahwa tanggung jawab sosial manajemen hanyalah memaksimalkan laba
(profit oriented).Pada pandangan ini
manajer mempunyai kewajiban menjalankan bisnis sesuai dengan kepentingan
terbesar pemilik saham karena kepentingan pemilik saham adalah tujuan utama
perusahaan.
- Pandangan sosial ekonomi
Tanggung jawab
sosial adalah bahwa tanggung jawab sosial manajemen bukan sekedar menghasilkan laba,
tetapi juga mencakup melindungi dan meningkatkan kesejahteraan sosial.Pada
pandangan ini berpendapat bahwa perusahaan bukan intitas independent yang
bertanggung jawab hanya terhadap pemegang saham, tetapi juga terhadap
masyarakat.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan, antara lain ialah:
- Pengendalian diri.
- Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility).
- Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi.
- Menciptakan persaingan yang sehat.
- Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”
- Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi).
- Mampu menyatakan yang benar itu benar.
- Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah.
- Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama.
- Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati.
Perusahaan adalah bagian dari masyarakat yang perlu
memperhatikan kepentingan masyarakat. Seseorang atau lembaga dapat dinilai
membuat keputusan atau bertindak etis bila:
- Keputusan atau tindakan dilakukan berdasarkan nilai atau standar yang diterima dan berlaku pada lingkungan organisasi yang bersangkutan.
- Bersedia mengkomunikasikan keputusan tersebut kepada seluruh pihak yang terkait.
- Yakin orang lain akan setuju dengan keputusan tersebut atau keputusan tersebut mungkin diterima dengan alasan etis.
Perkembangan Dalam Etika Bisnis
Perkembangan etika bisnis menurut Bertens (2000):
- Situasi Dahulu: Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
- Masa Peralihan: tahun 1960-an ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Business and Society. Topik yang paling sering dibahas adalah corporate social responsibility.
- Etika Bisnis Lahir di AS: tahun 1970-an sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis di AS.
- Etika Bisnis Meluas ke Eropa: tahun 1980-an di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum pertemuan antara akademisi dari universitas serta sekolah bisnis yang disebut European Business Ethics Network (EBEN).
- Etika Bisnis menjadi Fenomena Global: tahun 1990-an tidak terbatas lagi pada dunia Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh dunia. Telah didirikan International Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.
Di Indonesia sendiri pada beberapa perguruan tinggi terutama
pada program pascasarjana telah diajarkan mata kuliah etika bisnis. Selain itu
bermunculan pula organisasi-organisasi yang melakukan pengkajian khusus tentang
etika bisnis misalnya lembaga studi dan pengembangan etika usaha indonesia
(LSPEU Indonesia) di Jakarta.
Etika Bisnis dan Akuntan
Nilai-nilai etika Vs teknik akuntan/auditing:
- Integritas: setiap tindakan dan kata-kata pelaku profesi menunjukan sikap transparansi, kejujuran dan konsisten.
- Kerjasama: mempunyai kemampuan untuk bekerja sendiri maupun dalam tim.
- Inovasi: pelaku profesi mampu memberi nilai
tambah pada pelanggan dan proses kerja
dengan metode baru. - Simplisitas: pelaku profesi mampu memberikan solusi pada setiap masalah yang timbul, dan masalah yang kompleks menjadi lebih sederhana.
Sedangkan teknik akuntansi adalah aturan-aturan khusus yang
diturunkan dari prinsip-prinsip akuntan yang menerangkan transaksi-transaksi
dan kejadian-kejadian tertentu yang dihadapi oleh entitas akuntansi tersebut.
Setiap profesi yang menyediakan jasanya kepada masyarakat memerlukan
kepercayaan dari masyarakat yang dilayaninya. Kepercayaan masyarakat
terhadap mutu jasa akuntan publik akan menjadi lebih tinggi, jika profesi
tersebut menerapkan standar mutu tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan
profesional yang dilakukan oleh anggota profesinya. Aturan Etika
Kompartemen Akuntan Publik merupakan etika profesional bagi akuntan yang
berpraktik sebagai akuntan publik Indonesia. Aturan Etika Kompartemen
Akuntan Publik bersumber dari Prinsip Etika yang ditetapkan oleh Ikatan
Akuntan Indonesia. Dalam konggresnya tahun 1973, Ikatan Akuntan Indonesia
(IAI) untuk pertama kalinya menetapkan kode etik bagi profesi akuntan
Indonesia, kemudian disempurnakan dalam konggres IAI tahun 1981, 1986,1994,
dan terakhir tahun 1998. Etika profesional yang dikeluarkan oleh Ikatan
Akuntan Indonesia dalam kongresnya tahun 1998 diberi nama Kode Etik Ikatan
Akuntan Indonesia.
|
Kode etik akuntan indonesia menurut (Mulyadi, 2001:53)
adalah sebagai berikut:
1.
Tanggung jawab profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional,
setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional
dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Anggota juga harus selalu bertanggungjawab
untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi,
memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam
mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk
memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.
2.
Kepentingan publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam
kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan
menunjukan komitmen atas profesionalisme. Profesi akuntan memegang peran yang
penting di masyarakat, dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari
klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia
bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan
integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan
ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya
mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara. Atas kepercayaan yang
diberikan publik kepadanya, anggota harus secara terus menerus menunjukkan
dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi. Untuk memelihara
dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab
profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
3.
Integritas
Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari
timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi
kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark)
bagi anggota dalam menguji keputusan yang diambilnya. Integritas mengharuskan
seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa
harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik
tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima
kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak
menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
4.
Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari
benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Prinsip
obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara
intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan
kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain. Apapun jasa dan kapasitasnya,
anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.
5.
Kompetensi dan kehati-hatian professional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan
berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk
mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan profesional pada tingkat yang
diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat
dari jasa profesional dan teknik yang paling mutakhir. Kompetensi menunjukkan
terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat pemahaman dan pengetahuan
yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan
kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau
perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak
lain yang lebih kompeten.
6. Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang
diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau
mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau
kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya. Kewajiban kerahasiaan
berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa
berakhir.
7.
Perilaku professional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan
reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan
profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan
profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada
penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan
masyarakat umum.
8.
Standar teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai
dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan
keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk
melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan
dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Standar teknis dan standar
professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh
Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of Accountants, badan
pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan.
Referensi:
Rizki D., WIldan, Shelly I. P., Sheptian R. R. 2013.
"Menjalankan Bisnis Secara Etis dan Bertanggung Jawab". Makalah
Pengantar Bisnis. Universitas Pembangungan Nasional "Veteran", Jawa
Timur.
http://ekosunardiyanto.blogspot.com/2012/05/etika-bisnis-dan-lingkungan.html
http://apriyani7.blogspot.com/2013/12/perilaku-etika-dalam-bisnis-dan.html
https://docs.google.com/document/d/1dphvBV-ZNOXhN38lWWiRQT7nRrD1Ii9tk0qy86zrpyM/edit?hl=in&pli=1
http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2012/11/07/masyarakat-dan-perusahaan-507136.html
http://ikaismarino.blogspot.com/2013/12/etika-profesi-akuntansi_2.html
http://njfernandosimatupang.blogspot.com/2012/12/sejarah-perkembangan-etika-profesi.html
http://cescbergas.blogspot.com/2012/11/8-prinsip-etika-profesi-dalam-akuntansi.html
No comments:
Post a Comment