PELUANG BISNIS INDONESIA DI SEKTOR WOOD-BASED INDUSTRY DENGAN PENEKANAN PADA PRODUK FURNITUR DAN INTERIOR DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015
Oleh:
PRADIPTYA SURYO PUTRI
(25211547 — 4EB01)
Cetak biru Masyarakat Ekonomi
ASEAN (AEC Blueprint) sebagai rencana
induk pembentukan MEA telah disahkan pada tahun 2007. Target awal realisasi MEA
yang seyogyanya disepakati akan terbentuk pada tahun 2020, kemudian dipercepat
menjadi tahun 2015. Jika terealisasi, tahun 2015 ini kawasan ASEAN akan menjadi
pasar tunggal dan kesatuan yang berbasis produksi, dimana mobilitas arus
barang, jasa, investasi, modal, dan tenaga kerja terampil akan bergerak bebas
antar Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN. Pertanyaan yang timbul ketika
2015 tiba adalah, siapkah Indonesia sebagai Negara anggota ASEAN dalam
menghadapi tantangan-tantangan yang akan muncul dalam proses pembentukan MEA,
mengingat integrasi ASEAN akan berimplikasi dengan kehidupan rakyat Indonesia
dan lebih dari 600 juta kehidupan rakyat di kawasan Asia Tenggara? Di samping
itu, di sektor bisnis industri, potensi apa yang dapat Indonesia maksimalkan sebagai
peluang untuk tumbuh dalam MEA 2015 ini? Apakah Indonesia siap mengikuti budaya
persaingan usaha dalam masyarakat terpadu ini? Apakah Indonesia sebagai Negara
pelaku usaha ASEAN dapat bersaing dan berintegrasi dengan perekonomian global?
Kesiapan Sektor Industri Produk Berbasis Kayu (Wood-Based) Indonesia Hadapi MEA 2015
Dalam kerjasama ekonomi ASEAN,
salah satu sektor utama yang saat ini terus dikembangkan adalah sektor
industri. Inilah peluang yang dapat Indonesia manfaatkan mengingat sektor
industri manufaktur berbasis sumber daya alam adalah salah satu kekuatan yang
Negara kita miliki. Keunggulan Indonesia dari segi produktifitas, keuntungan
demografi dan lokasi yang strategis bahkan telah mendapat pengakuan kalangan
internasional.
Sehubungan dengan kawasan ASEAN
yang menjadi pasar tunggal dan basis produksi, tahun 2005 ASEAN telah mengidentifikasi
12 sektor-sektor prioritas integrasi (Priority
Integration Sector/PIS). Ke-12 sektor tersebut meliputi: produk berbasis
agro (agro-based), otomotif (automotive), elektronika (electronic), perikanan (fisheries), pelayanan kesehatan (healthcare), teknologi informasi dan
komunikasi (ICT), produk berbasis karet (rubber-based),
tekstil dan pakaian (textile and apparel),
produk berbasis kayu (wood-based),
transportasi udara (air travel),
pariwisata (tourism), serta pelayanan
logistik (logistic services). Dalam
hal ini, Indonesia menjadi country
coordinator untuk sektor otomotif dan produk berbasis kayu.
Sebenarnya, kesiapan Indonesia
dalam menghadapi MEA 2015 dan berbagai tantangannya sangat bergantung pada ikut
berperannya masing-masing sektor perekonomian dalam mendukung suksesnya
implementasi MEA 2015. Dalam hal ini, penulis senang menyoroti sektor industri dengan
produk berbasis kayu dan rotan yang, menurut Direktorat Industri Hasil Hutan
dan Perkebunan, sudah siap menghadapi MEA 2015.
Menurut
Pranata, Direktur Industri Hasil Hutan dan Perkebunan, MEA menjadi peluang bagi
industri kreatif rotan membuka pasarnya di ASEAN seluas-luasnya meski pun
industri kreatif rotan sudah mendunia tapi dengan adanya pasar bebas peluangnya
akan lebih besar lagi terutama di negara ASEAN. Apalagi Indonesia
mempunyai keunggulan di bahan baku, sehingga jika industrinya dapat dikejar
maka kita kan menjadi raja pada pasar bebas ASEAN nanti.
Senada dengan Pranata, Tanra
Tellu, Ketua Pusat Inovasi Rotan Nasional (Pirnas) yakin dengan kesiapan
industri rotan khususnya mebel dan papan rotan untuk bersaing di pasar bebas
ASEAN ketika MEA diberlakukan. Alasan pertama, negara-negara ASEAN tidak ada
yang punya potensi rotan alam yang besar dan berkualitas selain Indonesia. Indonesia
memasok sekitar 80 persen kebutuhan rotan dunia. Sebanyak 60-an persen rotan
Indonesia berasal dari Sulawesi Tengah. Alasan kedua, Indonesia dewasa ini
terus mengembangkan berbagai inovasi di bidang desain dan juga jenis produk
sehingga lebih diminati pasar global. Selain inovasi dalam desain, Pirnas juga
menemukan produk baru rotan yang sangat disukai pasar global yakni papan rotan.
Jadi, tidak perlu khawatir sewaktu terjadi banjir investor ASEAN ke Indonesia
untuk membangun industri rotan saat MEA diberlakukan karena industri dalam negeri
sudah semakin siap bersaing.
Dari alasan-alasan yang
dituturkan, penulis mengambil kesimpulan bahwa sektor industri produk berbasis
kayu (wood-based) masih memiliki
peluang yang bagus untuk turut mewujudkan Indonesia menjadi kawasan ekonomi
yang stabil, makmur, dan berdaya saing tinggi di antara Negara-negara anggota
ASEAN.
Peluang Sektor UKM Industri Kreatif Furnitur Multifungsi dan Produk Interior Berbasis Kayu dan Rotan
Perekonomian ASEAN selama ini
senantiasa disokong oleh usaha kecil dan menengah (UKM). Indonesia sendiri
turut memberi sumbangsih dalam hal ini. Sesuai data terakhir dari
Disperindagkop DIY, di wilayah Yogyakarta saja terdapat 83.000 orang yang telah
terjun di sektor UKM. Dengan pertumbuhan penduduk Indonesia yang sangat tinggi,
UKM memang penting sekali digalakkan sebagai salah satu langkah membuka
lapangan kerja. Selain itu, dengan banyaknya potensi sumber daya manusia (SDM)
yang unggul, sektor UKM industri kreatif pun dapat berkembang. Oleh karena itu,
penulis menganggap UKM sebagai cara yang praktis, bersifat berkesinambungan,
dan progresif untuk membawa Indonesia mengikuti budaya persaingan usaha dalam
MEA 2015.
Terkait dengan sektor industri produk berbasis kayu (wood-based), penulis memberi penekanan pada produk furnitur multifungsi
dan produk interior asli Indonesia berbahan dasar kayu dan rotan. Produk-produk
furnitur multifungsi seperti kursi sekaligus rak buku, sofa bed konvertibel
sekaligus laci, kursi rotan sekaligus laci, dan lainnya. Sedangkan
produk-produk interior seperti meja, lampu hias, dan lainnya.
Menurut
Panggah Susanto, Direktur Industri Agro Kemenperin
dalam sambutannya untuk pameran furniture dan produk interior di Plaza
Kemenperin, Jakarta Selatan (November 2014), industri furnitur merupakan
salah satu sektor strategis yang memiliki nilai tambah tinggi dan mampu
menyerap banyak tenaga kerja sekaligus memberikan kontribusi yang cukup
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, baik dalam bentuk kontribusi
pada Produk Domestik Bruto maupun perolehan devisa ekspor.
Tantangan dan Implementasi Sektor Industri Kreatif Produk Berbasis Kayu dan Rotan
Minimnya
teknologi menjadi tantangan tersendiri bagi bisnis di sektor ini. Banyak
pengrajin rotan yang masih menggunakan cara manual dalam proses pengerjaan.
Namun tantangan teknologi ini justru membuka peluang-peluang yang banyak tidak
disadari. Misalnya, mengingat tingginya pertumbuhan penduduk Indonesia, jika
separuh dari industri padat karya yang telah berjalan memproduksi menggunakan
mesin, setidaknya masih ada separuh industri yang membutuhkan tenaga manual
sehingga lapangan pekerjaan tetap terbuka dan tenaga kerja dapat tetap terserap
dengan stabil. Disamping itu, nilai produk furnitur dan interior asli Indonesia
banyak dihargai dan diminati karena proses pengerjaannya dilakukan dengan
tangan yang berbeda jika pengerjaannya dilakukan dengan mesin, sehingga
terkesan klasik. Hal ini bisa menjadi nilai tambah ekspor karena semakin banyak
orang yang sudah bosan dengan produk-produk minimalis.
Mengenai
pendanaan, walaupun tetap merupakan tantangan sampai saat ini namun nampaknya
tidak menjadi hambatan. Berikut beberapa alasan mengapa penulis merasa bahwa
pendanaan dan permodalan untuk UKM sektor industri kreatif dengan produk
berbasis kayu ini tidak terlalu bermasalah.
- Dibawah payung cetak biru MEA, beberapa hasil perjanjian UKM telah dilaksanakan atas dasar pendekatan bantuan mandiri (self-help) atau saling membantu antar anggota ASEAN (ASEAN-help-ASEAN) dimana Negara anggota memobilisasi sumber-sumber daya mereka untuk melaksanakan proyek pengembangan UKM atau untuk memfasilitasi partisipasi Negara anggota ASEAN lainnya pada proyek ini.
- Dukungan penuh dari pemerintah untuk terus mengembangkan dan memajukan industri kreatif. Mengingat presiden Indonesia saat ini (Joko Widodo) dan beberapa menteri di jajaran kabinet kerja seperti Sofjan Djalil adalah orang-orang yang mulanya berasal dari industri kreatif, mereka pasti mengetahui seluk beluk industri ini. Ini merupakan salah satu peluang untuk lebih memajukan industri kreatif nasional khususnya pada produk furnitur dan produk interior asli Indonesia.
- Pada pemerintahan baru Presiden Joko Widodo ini, semua perbankan sudah memberikan kemudahan dan akses kepada Industri Kecil Menengah (IKM). Bahkan banyak IKM-IKM nasional yang telah menjadi sasaran perbankan ditengarai karena kreditnya tidak bermasalah.
Dengan adanya nota kesepakatan
MEA, penulis berpendapat bahwa bisnis furnitur multifungsi dan produk interior
merupakan peluang bisnis yang memiliki prospek bagus dalam mendukung kerjasama
ASEAN di sektor industri. Pendapat ini
didukung oleh beberapa pernyataan dan keterangan, sebagaimana yang telah
diuraikan di atas, bahwa sektor UKM industri kreatif dengan produk berbasis
kayu (wood-based) masih memiliki
peluang yang besar dalam mengangkat perekonomian Indonesia dan memberikan
kontribusi besar pada perolehan devisa ekspor.
No comments:
Post a Comment