When you run so fast to get somewhere, you miss the fun of getting there.
Life is not a race, so take it slower.
Hear the music before the song is over.
You are part of the puzzle of someone else's life.
You may never know where you fit but others will fill the holes in their lives with pieces of you.
So if you run out of reasons to live, remember that someone else's life may never be complete without you in it.

Monday, April 21, 2014

WHAT WILL I DO AFTER GRADUATED FROM UG


According to major I’ve taken, makes sense that i will certainly apply for accounting (and things related to accounting) job after i graduated. Besides, I’d like to improve my foreign languages ability, English and Mandarin. For English, i will keep practicing more both in speaking, listening, and writing autodidactly (just like what i was and still am doing till present) with some helps from friends who speak English natively. And for Mandarin, I am planning to take a course so that makes up my superficial Mandarin. I am sure those foreign languages will able to boost my personal appeal when applying for a job.


Have I told you I also learning Indonesian sign language? Yes, I’ve been learning it for 4 months and I have to tell that’s the most awesome thing I’ve ever done in life. I am helping the deaf to study and better understand the Do(s) and Don’t(s) in life from their own Scriptures without being paid and without any charge. And I am planning to give attention to this matter even more after I graduated. Spending personal expenses and personal energy isn’t matter at all, but great pleasure as its fruitage from helping others especially those who have different ability (difable) is all that matter :)

Thursday, April 17, 2014

WHY ENGLISH IS IMPORTANT TO MY MAJOR (ACCOUNTING)


Gunadarma University (UG) is where I belong now as a colleger. As a World Class University (just like they claimed it is) it ideally expects majority of its students are good at English, at least simple conversational in English, since English is an international language that every world class university students should be good at. I myself took majoring in Accounting. I am an Indonesian and no speak English natively by the way :P (so feel free to correct the mistakes). But i do realize perfect English as my second language is very important to my major.


WHY ENGLISH IS IMPORTANT TO MY MAJOR (ACCOUNTING)

I’d bet many of you who took the same major didn’t think that it is necessary to learn or perfect English at the beginning, like me. You did may reckon that Accounting is all about numeric, formulas,  addition, subtraction, and other calculations, but that’s it. Well, we were not completely wrong. However, we forgot the important part, that Accounting is a social practice. In actual social practice as an accountant, we need to talk to people. Remember, an accountant will be dealing with a lot of people from various types of business, even the foreign ones. If we able to speak in their native language, English for example, it is easier to communicate with them and our ability to get things across will be improved.

Thursday, January 30, 2014

SIAPA SAYA?

(Tugas Softskill 2)


Rara bukan orang yang pandai dengan kata-kata. Jadi, waktu bu dosen beri tugas untuk menulis artikel “Siapa Saya?”, agak kalap juga. Jangankan mendeskripsikan diri sendiri, mendeskripksikan siapa itu Raden Nararya Sanggramawijaya saja Rara gak bisa (kenal juga ngga).

Tapi Rara anak yang taat, jadi disuruh kerjakan tugas, ya Rara kerjakan, meskipun kelewat sering mengeluarkan jurus “The Power of Kepepet” karena selalu mepet sama deadline. Hehe.

Well, these pieces ain’t gonna take you to my inner deepest, though.. Karena sekali lagi, tulisan ini lahir secara ‘kepepet’. So please bear with it, yea? Oke, here we go…..


Nama:

Saturday, November 30, 2013

TERJEBAK MACET — Alasannya, Dampaknya, Solusinya.

Bayangkan:
Anda datang ke sebuah pusat perbelanjaan. Anda lama berputar-putar mencari tempat parkir, dan dengan sendirinya tahu bahwa meskipun mengendarai mobil ada untungnya, tetapi terlalu banyak mobil di tempat yang ramai tidak lagi menguntungkan.

Atau

Anda punya janji dengan klien jadi Anda memutuskan untuk berangkat dari rumah lebih awal. Kemudian beberapa kilometer dari rumah Anda tiba-tiba sudah terjebak dalam kemacetan lalu lintas yang parah. Anda mulai cemas dan frustasi terperangkap di dalam suatu kendaraan yang dirancang untuk bergerak tetapi terpaksa harus diam tak bergeming. Akhirnya Anda sampai juga ke lokasi perjanjian... terlambat setengah jam dari janji sebenarnya.

MACET adalah salah satu aspek kehidupan kota yang paling membuat stres. Jalan yang tersumbat dan udara yang kian hari kian teracuni ini dialami jutaan penghuni kota. Sayangnya, tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan lalu lintas akan membaik.

Situasinya sama di seluruh dunia. Tidak terkecuali dengan Jakarta. Kalangan berwenang benar-benar tidak mampu merancang solusi yang memadai untuk memenuhi kebutuhan yang terus meningkat dari penduduk kota yang hilir mudik. Beberapa ribu pengemudi mobil maupun motor kini bisa membutuhkan waktu lebih lama daripada rata-rata waktu tempuh pejalan kaki untuk jarak yang sama. Ironis.

Alasan tersumbatnya jalan-jalan di kota sangat mudah ditebak. Kota terus berkembang tanpa dapat dihentikan, dan kini kira-kira setengah penduduk tinggal di daerah perkotaan. Kota-kota bertambah luas, jumlah kendaraan ikut bertambah banyak.

”Kota-kota besar kini mengalami kemacetan hampir sepanjang hari, dan semakin parah.”  Dr. Jean-Paul Rodrigue dalam laporannya ”Urban Transport Problems”.


”Terlalu banyak orang, terlalu banyak mobil, semuanya sama-sama ingin mengemudi di lahan yang terbatas.” 

Alasan-alasan Mengapa Kemacetan Lalu Lintas Sulit Dituntaskan

Thursday, October 31, 2013

PENALARAN DEDUKTIF, SILOGISME, ENTIMEN

Dalam berbahasa sehari-hari ataupun secara formal, dalam bentuk tulisan maupun lisan, pernalaran yang tepat perlu digunakan. Khususnya dalam penulisan, kita harus berpikir, menghubung-hubungkan berbagai fakta, membandingkan dan sebagainya supaya bisa menarik kesimpulan yang tepat. Cara menarik kesimpulan dari pernalaran dibagi menjadi dua, yaitu pernalaran deduktif dan pernalaran induktif. Namun pada kesempatan ini saya hanya akan mengulas mengenai pernalaran deduktif dan bentuk-bentuknya (silogisme dan entimen).

PERNALARAN DEDUKTIF

Pernalaran deduktif merupakan metode untuk menarik kesimpulan dengan menhubungkan data-data yang bersifat umum, kemudian dijadikan suatu simpulan atau fakta yang khusus.

Contoh:
Premis 1 = Semua makhluk adalah ciptaan Tuhan. (U)
Premis 2 = Manusia adalah makhluk hidup. (U)
Simpulan = Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan. (K)

Dapat dilihat dari contoh diatas bahwa pernalaran ini dimulai dengan suatu premis (pernyataan dasar)  untuk menarik kesimpulan. Kesimpulannya merupakan implikasi pernyataan dasar itu. Artinya apa yang dikemukakan di dalam kesimpulan secara tersirat telah ada di dalam pernyataan tersebut.
Jadi sebenarnya proses deduksi ini tidak menghasilkan suatu pengetahuan yang baru, melainkan pernyataan kesimpulan yang konsisten berdasarkan pernyataan dasarnya.

BENTUK PERNALARAN DEDUKTIF

Menurut bentuknya, pernalaran deduktif dibagi menjadi dua yaitu:
  • Silogisme, dan
  • Entimen.

Monday, July 8, 2013

Berakhirnya Pengutilan

”Meniadakan pencurian bukan hanya problem Anda, hal ini adalah problem seluruh masyarakat; semua orang memperoleh manfaat apabila pencurian dihentikan.—”EVERY RETAILER’S GUIDE TO LOSS PREVENTION.”
PENGUTILAN, sebagaimana praktek buruk lainnya, cenderung mempengaruhi cara berpikir seseorang, membuat dia membenarkan diri. Jadi, seperti halnya seorang pekebun mencabut lalang dengan akar-akarnya, mereka yang mau berhenti mengutil perlu mencabut cara berpikir yang buruk sampai ke akarnya. Lima pokok berikut ini dapat membantu seorang pengutil mengubah pikirannya sehubungan dengan pencurian.

Bantuan untuk Mengoreksi Cara Berpikir

▪ Pertama, pengutilan adalah pelanggaran hukum. Pencurian mungkin sudah umum di tempat seseorang tinggal, dan ia mungkin luput dari hukuman, tetapi seorang pengutil tetap dianggap melanggar hukum.
Apa yang terjadi apabila banyak orang melanggar hukum? Menurut sebuah buku kuno, ”hukum menjadi mati rasa”. Maksudnya, manfaat hukum sebagai penahan menjadi berkurang, mengakibatkan rusaknya ketertiban masyarakat. Setiap kali seseorang mengutil, ia merongrong fondasi masyarakat yang taat hukum. Apabila hal ini terjadi, semua orang menderita.
▪ Kedua, mengutil merusak kepercayaan. Ketidakjujuran semacam ini melemahkan pertalian manusia, membuat orang sulit untuk saling memahami dan berurusan tanpa kecurigaan.
”Kesalahan terbesar saya ialah terlalu mempercayai orang.” Inilah komentar wanita pemilik toko pakaian setelah para pencuri membuat ia bangkrut. Ia dahulu percaya bahwa para pelanggan dan karyawannya tidak akan mencuri darinya. Sekarang, ia merasa bahwa kepercayaannya itu salah tempat.
Seseorang mungkin berdusta kepada orang lain dan reputasinya sendiri jatuh di mata orang itu. Tetapi, para pengutil menebarkan awan kecurigaan ke atas semua orang berikutnya yang masuk ke sebuah toko. Mereka membuat orang jujur dicurigai sebagai pengutil. Apakah menebarkan awan kecurigaan seperti itu bisa dibenarkan?
▪ Ketiga,

Pengutilan—Siapa yang Dirugikan?

DI Jepang, seorang pemilik toko menangkap basah seorang anak laki-laki yang mencuri lalu ia memanggil polisi. Ketika polisi tiba, anak itu kabur. Polisi mengejarnya. Sewaktu anak itu menyeberangi lintasan kereta api, ia dihantam kereta dan tewas.
Ketika kasus itu mendapat sorotan masyarakat, ada yang mengecam si pemilik toko karena memanggil polisi. Ia menutup usahanya sampai kemarahan itu mereda. Setelah ia membuka kembali tokonya, banyak pengutil yang datang lagi. Akan tetapi, trauma atas kejadian sebelumnya membuat ia takut menghadapi para pencuri itu. Tokonya menjadi terkenal sebagai sasaran empuk. Tidak lama kemudian, ia harus menutup tokonya selama-lamanya.
Memang, kasus ini lebih tragis daripada kebanyakan kasus, tetapi kasus ini menggambarkan suatu kebenaran penting. Pengutilan sangat merugikan—dalam banyak cara dan bagi banyak orang. Mari kita cermati besarnya kerugian karena kejahatan ini.
Kerugiannya atas Toko
Pengutilan merugikan pedagang di seluruh dunia sampai miliaran dolar AS setiap tahun. Ada yang memperkirakan bahwa kerugian di Amerika Serikat saja mencapai lebih dari 40 miliar dolar. Berapa banyak usaha yang dapat bertahan kalau harus menanggung kerugian sebesar itu? Banyak toko yang kewalahan. Apabila para pencuri menyerbu lorong-lorong sebuah toko, sumber nafkah seumur hidup dapat terancam.

Mengapa Orang Mengutil?

”Saya tidak menganggap hal itu sebagai pencurian, saya menganggapnya sebagai realokasi sumber daya ekonomi yang sangat dibutuhkan.”—SEORANG IMAM GEREJA INGGRIS.

ANDAIKAN legenda-legenda dapat dipercaya, Robin Hood merasa bahwa mencuri itu tidak apa-apa. Cerita rakyat Inggris mengisahkan bahwa ia merampok si kaya dan memberikan hasilnya kepada si miskin. Imam yang kata-katanya dikutip di atas juga berpendapat bahwa kemiskinan adalah motif yang sah untuk mencuri. Mengenai para pengutil, ia mengatakan, ”Saya menaruh simpati yang dalam kepada mereka, malah saya menganggap mereka sepenuhnya benar.” Ia berpendapat bahwa toko-toko besar seharusnya membuka pintu mereka untuk orang miskin sehari dalam setahun dan membiarkan mereka mengambil apa saja yang ada di rak tanpa harus membayar.

Akan tetapi, banyak pengutil didorong oleh motif lain, bukannya oleh kemiskinan. Di Jepang, polisi menangkap dua rekan mereka karena mengutil. Di Amerika Serikat, seorang anggota dewan koperasi nirlaba di bidang makanan tertangkap basah sedang mencuri di toko koperasi itu. Para remaja yang beruang sering kali mencuri barang-barang yang tidak mereka butuhkan. Apa yang mendorong orang-orang ini untuk mengutil?

’Asyik Rasanya’

 

 

Sensasi. Ketegangan. Kuasa. Seperti dua gadis di artikel sebelumnya (Mengutil—Kesenangan Tak Berbahaya atau Kejahatan Serius?), beberapa orang yang mengutil merasakan sensasi hebat ini, dan hasrat untuk merasakan sensasi itu membuat mereka terus-menerus mencuri. Setelah mencuri untuk yang pertama kali, seorang wanita mengatakan, ”Saya merasa senang. Saya mengutil tanpa tertangkap dan rasanya luar biasa!” Mengenai perasaannya setelah mencuri selama beberapa waktu, ia berkomentar lagi, ”Saya malu terhadap diri sendiri—tetapi juga gembira. Saya merasa sangat ceria. Mencuri dan tidak tertangkap membuat saya merasa hebat.”

Seorang pemuda bernama Hector mengatakan bahwa selama berbulan-bulan setelah ia berhenti mengutil, ia merasakan desakan untuk mencuri lagi. ”Perasaan itu menghantui saya seperti kecanduan. Sewaktu saya berada di mal dan melihat sebuah radio di etalase toko, saya membayangkan, ’Mudah sekali mengambil radio itu. Saya dapat melakukannya dan tidak akan tertangkap.’”

Beberapa orang yang mengutil untuk kesenangan tidak menginginkan barang yang mereka curi. Sebuah surat kabar India menyatakan, ”Para psikolog mengatakan bahwa sensasi dari melakukan perbuatan terlarang itulah yang mendorong orang-orang ini. . . . Beberapa pengutil bahkan mengembalikan barang yang mereka curi.”

Alasan Lainnya

Depresi mempengaruhi puluhan juta orang. Adakalanya, orang yang menderita depresi menyalurkan perasaannya dengan perilaku yang buruk—seperti mengutil.

Mengutil—Kesenangan Tak Berbahaya atau Kejahatan Serius?

BAYANGKAN skenario berikut. Pintu depan sebuah toserba terbuka, dan melalui pintu itu masuklah dua gadis remaja berpakaian modis. Mereka berjalan menyusuri lorong ke bagian kosmetik. Seorang satpam membuntuti dan berhenti pada jarak kira-kira 10 meter dari mereka, berdiri dengan posisi tangan di belakang. Ia mengawasi kedua gadis itu seraya mereka menunjuk-nunjuk lipstik dan maskara.
Mereka melirik ke satpam itu, yang terus memperhatikan mereka. Degup jantung mereka pun menghebat. Salah satu dari gadis itu pindah ke bagian pemoles kuku dan mengambil beberapa botol. Ia mengerutkan hidungnya seraya berpura-pura menilai dua gradasi warna merah yang serupa. Ia menaruh kembali satu botol dan mengambil botol lain yang gradasi warnanya agak lebih gelap.
Si satpam mengendurkan perhatiannya dan melihat ke arah yang berlawanan. Seperti diaba-aba, kedua gadis tadi menyelipkan beberapa lipstik dan pemoles kuku ke dalam tas tangan mereka. Wajah mereka tampak tenang, tetapi jantung mereka berdegup kencang. Mereka tetap di lorong itu beberapa menit lagi, yang satu melihat-lihat kikir kuku, sedangkan yang satunya lagi mengamat-amati pensil alis.
Keduanya saling memandang, bertukar kode, dan mulai berjalan ke arah depan toko. Si satpam memberikan jalan, dan mereka tersenyum kepadanya sambil lewat. Seraya berjalan menuju bagian aksesori ponsel yang berada di seberang kasir, mereka melihat-lihat aksesori yang dipajang. Mereka berbisik-bisik mengenai sarung-sarung kulit ponsel yang dipajang itu. Lalu, mereka mulai menuju ke pintu keluar.
Pada setiap ayunan langkah, gejolak dalam diri mereka menggelegak dan ketegangan serta sensasi meningkat. Seraya gadis-gadis itu melintasi pintu keluar, mereka rasanya ingin menjerit, tetapi bibir mereka terkatup rapat. Setelah sampai di luar, desakan emosi membuat wajah mereka merona. Gejolak dalam diri mereka pun mereda, dan mereka menarik napas lega. Gadis-gadis itu berjalan cepat-cepat, tetapi mereka terus-menerus cekikikan. Satu hal yang ada dalam benak mereka, ’Kami berhasil mengutil!’
Kedua gadis tadi hanyalah rekaan, tetapi skenario yang telah kami uraikan itu persis dengan kenyataannya. Menurut perkiraan, pengutilan terjadi sejuta kali sehari di Amerika Serikat saja, tetapi ini adalah problem global. Seperti yang akan kita lihat, pengutilan sangat merugikan. Akan tetapi, kebanyakan pengutil kurang memperhatikan besarnya kerugian yang ditimbulkan oleh ulah mereka. Bahkan, banyak orang yang punya uang pun lebih suka mengutil. Mengapa?


Artikel Terkait:

Mengapa Orang Mengutil?

Pengutilan—Siapa yang dirugikan?

Berakhirnya Pengutilan


Sumber:
Sedarlah 22/6 05 hlm. 3-10


Friday, July 5, 2013

Tangan Kita yang Mengagumkan

SAMBIL berteriak keras, pemuda itu melempar palunya dan menggenggam ibu jarinya erat-erat seolah-olah hendak menekan rasa nyeri. Ia bukannya memukul paku, lagi-lagi ia memukul ibu jarinya.
Pada saat seperti itu, calon tukang kayu itu agaknya merasa bahwa ia lebih baik tidak memiliki ibu jari. Namun, ibu jari yang sering kali ”tidak luwes” itu merupakan bagian dari organ tubuh yang paling berharga, yang kita masing-masing miliki—tangan manusia.
Karena kita sangat terbiasa dengan kedua tangan kita—jari-jari yang cekatan, sendi-sendi yang fleksibel, saraf-saraf yang sensitif, dan sebagainya—kita mudah mengabaikan nilainya. Tetapi, hampir tidak ada pekerjaan apa pun yang dapat kita lakukan tanpa menggunakan tangan. Raja Salomo (Sulaiman) yang bijaksana mendesak, ”Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga.” (Pengkhotbah 9:10) Dengan tepat, ia memilih tangan sebagai lambang kegiatan manusia, karena tangan sesungguhnya merupakan perkakas yang berharga yang tak ada bandingannya.

Dibuat secara Menakjubkan

Jari-jari kita dapat bergerak cepat di atas tombol-tombol mesin tik dengan kecepatan lebih dari seratus kata per menit. Mereka dapat menari-nari di atas ke-88 tuts piano dan menerjemahkan selembar kertas bertuliskan nada-nada menjadi musik yang sangat indah. Namun, bagaimana dengan ibu jari? Nah, silakan coba: Buka lebar-lebar telapak tangan Anda, dan luruskan jari-jari Anda. Tekuk masing-masing jari, mulai dari kelingking. Perhatikan, seberapa sukarkah untuk menjaga agar jari-jari lainnya tidak turut bergerak? Sekarang, tekuk ibu jari Anda, gerakkan ke atas dan ke bawah, buat gerakan memutar. Anda benar-benar dapat melakukannya tanpa turut menggerakkan jari-jari lainnya. Keadaan independen yang unik dari ibu jari ini—dimungkinkan oleh sendi pelana yang fleksibel pada basisnya dan karena memiliki susunan otot sendiri—memberinya banyak kesanggupan istimewa.
Salah satunya adalah bahwa ibu jari kita yang lentuk ini dapat menyentuh permukaan setiap jari, atau dapat mencengkeram setiap jari. Detail yang tidak penting? Cobalah memungut uang logam tanpa menggunakan ibu jari Anda, atau membuka stoples, atau memutar pegangan pintu. Bahkan teman kita, para tukang kayu, membutuhkan ibu jari mereka yang ”tidak luwes” itu supaya mereka dapat memegangi paku di tempatnya atau mengayunkan palunya. Sebenarnya, untuk melumpuhkan tentara musuh yang ditawan, bangsa-bangsa purba tertentu menerapkan praktik yang kejam dengan memotong ibu jari tentara-tentara itu.
Untuk memungkinkan jari-jari melakukan segala sesuatu, mereka memiliki sedikit otot yang mengagumkan. Sekilas, ini mungkin kelihatannya suatu kelemahan, karena lebih banyak otot berarti lebih kuat. Akan tetapi, otot-otot cenderung mengembang apabila digunakan terus-menerus. Apa jadinya apabila jari-jari kita sarat dengan otot-otot yang kuat? Karena banyaknya pekerjaan yang dilakukan jari-jari kita, tangan kita akan segera membentuk bantalan tebal, sehingga pekerjaan yang rumit atau sulit akan sukar atau mustahil dilakukan. Sungguh kita beruntung bahwa Pencipta kita dengan bijaksana menempatkan kebanyakan otot pada lengan bawah, menghubungkannya dengan jari-jari menggunakan tendon-tendon yang kuat!
Sarung Tangan yang Sangat Cocok
Kulit yang membalut tangan Anda lebih daripada sekadar pembungkus. Cubitlah kulit pada punggung tangan Anda. Anda akan melihat bahwa kulit itu lunak dan mudah digerakkan. Itu memungkinkan kepalan tangan menutup. Sekarang, bagaimana dengan telapak tangan? Kulit di daerah itu tidak dapat bergeser jauh-jauh dari telapak tangan. Coba bayangkan alangkah sukarnya untuk menggenggam sesuatu dengan kuat apabila kulit telapak tangan terus bergeser kian kemari. Untuk memperkuat genggaman, telapak tangan dilengkapi bantalan. Timbunan lemak ini khususnya tebal persis di pangkal jari-jari dan di pergelangan tangan—titik-titik tekanan yang umum sewaktu kita menggenggam atau menekan sesuatu.